A. Pembahasan
Dulu pada zaman Nabi Musa, pengikutnya yang terkenal dengan sebutan Bani Israel banyak yang membangkang untuk berperang memasuki daerah Kana’an atau yang sekarang dikenal dengan sebutan Palestina, atas pembangkangannya itulah akhirnya mereka dihukum oleh Tuhan dengan terperangkap di Gurun Sinai selama 40 tahun. Sepeninggal Nabi Musa dan Nabi Harun, Bani Israel dipimpin Yasyu’, Yusya’ alias Joshua bin Non yang berhasil memimpin penaklukan daerah sekitarnya mulai Amaliqoh, Madyan, Aram, dan lainnya, bahkan memimpin memasuki Palestina. Setelah Yusya’ dan para pemimpin lainnya meninggal dunia mereka terpecah-pecah, terlibat dalam konflik akut, serta melupakan ajaran Taurat. Alhasil, ketika terjadi perang kembali dengan orang Palestina pimpinan Jalut, Bani Israel ditimpa kekalahan yang menghinakan. Wanita dan anak cucu mereka dihinakan dan peti yang isinya catatan perintah Tuhan (baca Taurat) juga dirampas, dibawa ke rumah Dajon, tuhan orang Palestina.[1]
Dalam situasi kenestapaan dan kehinaan, ia meminta pada orang paling shalih di antara mereka, Nabi Syamuil[2], agar diangkatkan untuk mereka seorang raja, memimpin perang mengembalikan kehormatan. Namun, Syamuil mengatakan, “Adalah mungkin sekali kalian akan udhur diri, ketika kalian diajak berperang, persis seperti di era Musa.”(Q.S. Al Baqarah: 246). Menanggapi sindiran ini Bani Israel menjawab, “Apa mungkin kami udhur diri padahal perang justru untuk merebut kembali kehormatan kami?”[3]
Akhirnya, disampaikan oleh Syamuil kepada mereka, akan datang seorang pemimpin bernama Thalut, yang mempunyai tugas untuk menyatukan kalian semua dan menjadi raja pertama.[4]
1. Riwayat Hidup Thalut Sebelum Menjadi Raja
Thalut semula adalah anak desa dari golongan Bani Israel, bahkan anak seorang yang tak punya. Jangankan ia akan di kenal sebagai seorang pemimpin, dalam pergaulan sehari-hari saja, jarang orang yang kenal kepadanya. Tetapi dia adalah seorang yang berbadan kuat dan sehat, tinggi dan gagah perawakannya, matanya tajam, pikirannya pun luas dan tajam pula. Dan juga, dia mempunyai hati yang suci dan bersih, budi pekerti yang halus dan agung. Dia tinggal di desa kecil bersama ayahnya. Pekerjaannya bertani dan beternak.[5]
Pada suatu hari ketika dia sedang berada dalam kandang keledai bersama ayahnya, ternyata keledai betinanya tidak berada dalam kandang, mungkin keledai itu tersesat ke kampung lain. Dengan ditemani oleh seorang anak, pergilah dia mencari keledai itu di tengah-tengah padang yang luas dengan menyeberangi jurang dan mendaki gunung.[6]
Berhari-hari mereka mencarinya, sampai luka-luka kedua kakinya, sehingga seluruh badan merekapun terasa capek dan letih, namun keledai itu belum juga di temukannya.
Lalu, dia berkata kepada seorang anak yang bersamanya: “Marilah kita pulang, mungkin ayah telah khawatir terhadap kita karena berhari-hari belum pulang.[7]
Kemudian anak itu menjawab: “Sekarang ini kita sudah sampai di sebuah desa yang bernama Shofa, di mana Nabi Allah yang bernama Syamuil tinggal di sana. Lebih baik kita bertemu dulu dengan Nabi yang mulia itu, kemudian bertanya kepadanya tentang keledai kita yang hilang. Semoga turun malaikat kepadanya membawa wahyu, sehingga dapat memberi petunjuk kepada kita tentang keinginan kita ini.[8]
Setelah mendengar ucapan yang seperti itu, muncul kembali harapan dalam hati Thalut. Lalu, keduanya berjalan lagi dan bertanya keberadaan dari rumahnya Nabi Syamuil tersebut.[9]
Tiba-tiba keduanya bertemu dengan dua orang anak perempuan yang sedang mencari air di sungai, mereka meminta untuk di tunjukan rumahnya Nabi yang mulia tersebut. Anak itu pun menjawab, barang siapa yang ingin bertemu dengan Nabi Syamuil, maka harus menunggunya di puncak bukit tempat berdirinya mereka.[10]
Dan kemudian tahulah Thalut, bahwa itu adalah Nabi Syamuil, yang sudah terlihat tanda-tanda kenabiannya dari orang-orang yang ditemuinya dan juga menurut keterangan dari kedua anak perempuan itu.[11]
Mereka berdua saling memandang dan terikatlah antara keduanya hati yang bersih, jiwa yang saling tertarik, walaupun mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Dan Syamuil pun juga tahu bahwa itu adalah Thalut yang pernah di wahyukan Allah kepadanya, untuk dijadikan seorang raja, sebagai pemimpin dan jenderal bagi bangsa Israel yang membutuhkan pimpinannya itu.[12]
Setelah itu Thalut bertanya, bahwa maksud kami menemui Tuan adalah untuk bertanya mengenai keledai ayahku yang hilang di padang yang luas ini. Apakah Tuan dapat memberi tahu kepada kami dengan ilmu tinggi yang Tuan miliki.[13]
Kemudian Syamuil menjawab, keledai kalian yang hilang itu sekarang telah berjalan pulang menuju kandangnya. Janganlah engkau bersusah payah untuk mencarinya lagi. Di sini saya ingin bertemu denganmu untuk sebuah urusan yang lebih penting dan mulia. Bukan mengenai keledai yang hilang, akan tetapi mengenai sebuah urusan kemerdekaan yang sudah lama hilang. Dan bahwa Allah telah memilihmu menjadi raja bagi Bani Israel untuk menyatukan mereka, lalu menyusun kekuatannya untuk menghadapi musuh-musuh yang sudah menjajah dan mengusir mereka dari tanah airnya sendiri. Disamping itu juga, Allah telah menjanjikan pertolongan-Nya kepada engkau dengan mendapatkan kemenangan di dalam pertempuran melawan penjajah itu [14]
Dan Thalut menjawab: “Apakah saya akan menjadi raja, pemimpin dan jenderal mereka? Saya ini adalah keturunan Bunyamin adik dari Nabi Yusuf, orang yang terhina dalam kalangan bangsa-bangsa yang 12 suku (asbath), paling miskin dan melarat, bagaimana saya dapat menjadi raja untuk memegang pimpinan atas bangsa yang besar ini?”[15]
Kemudian Syamuil berkata: “Ini adalah atas iradat dan wahyu Allah”, sudah menjadi perintah Allah dan kehendak-Nya, hendaklah engkau bersyukur atas nikmat Allah itu dan membulatkan tekadmu untuk memimpin perjuangan yang hebat ini.[16]
Sesudah Syamuil dan Thalut berjabat tangan, keduanya lalu pergi menemui bangsa Israel. Nabi Syamuil bersabda kepada mereka: “Hai Bani Israel, Allah telah mengutus Thalut untuk menjadi raja bagi kalian semua, dia sekarang berhak untuk memegang pimpinan atasmu, maka hendaklah kamu sekalian tunduk dan taat terhadap pimpinanmu ini dan bersiaplah untuk menghadapi musuh-musuhmu di bawah komandonya.”[17]
Thalut adalah seorang pemimpin yang memiliki loyalitas dan semangat juang yang tinggi serta wawasan yang luas, terutama dalam bidang politik dan kemasyarakatan. Dengan kelebihannya itu ia berhasil menghimpun kekuatan Bani Israel untuk melepaskan diri dari penjajahan Jalut.[18]
2. Riwayat Hidup Jalut
Jalut terkenal dengan nama Goliath, adalah seorang pemimpin perang bangsa Palestina yang terkenal kejam, bengis dan tak berperi kemanusiaan. Jalut muncul, sebagai diperkirakan orang, sekitar abad ke-11 SM. Ia merupakan lawan dari Thalut yang ditunjuk Tuhan menjadi raja pertama Bani Israel melalui wahyu-Nya lewat Syamuil. Dalam sebuah pertempuran, Jalut dibunuh oleh seorang pemuda yang menggabungkan dirinya dalam pasukan Thalut, bernama Dawud; putra seorang yang shalih.Daud menghancurkan kepala Jalut dengan batu-batu besar yang dilemparkan kepadanya.[19]
Diungkapkan dalam riwayat, bahwa keberanian Dawud untuk membinasakan Jalut bangkit karena Thalut sangat mengharapkan adanya seorang tentara yang sanggup membunuh Jalut. Bahkan Thalut mengeluarkan suatu maklumat: “Barangsiapa sanggup membunuh Jalut, sehingga kaum beriman terpelihara dari tipu-dayanya, akan dikawinkan dengan salah seorang putrinya, dan akan diangkatnya menjadi raja sesudahnya.”[20]Terbunuhnya Jalut oleh Dawud semakin memantapkan kedudukan Thalut sebagai raja bani Israel yang pertama. Kekuasaan kemudian berpindah ke tangan Dawud. Dalam al-Qur’an, kehadiran pasukan Jalut melawan tentara Thalut ini adalah sesudah berlalunya kurun Nabi Musa. Kisahnya diungkapkan kembali oleh Allah, dalam Surah al-Baqarah, ayat 247-251.[21]
3. Kisah Dari Thalut dan Jalut dalam Al-Qur’an.
Sebagaimana di atas bahwa kisah dari Thalut dan Jalut di dalam al-Qur’an terdapat dalam Surah al-Baqarah ayat 246-251, yang adapun bunyinya sebagai berikut:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَىٰ إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ [٢:٢٤٦]
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?”[22]. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [٢:٢٤٧]
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَىٰ وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ [٢:٢٤٨]
Artinya: Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan[23] dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَاقُو اللَّهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ [٢:٢٤٩]
Artinya: maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, Maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia Telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang Telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari Ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ [٢:٢٥٠]
Artinya: Tatkala Jalut dan tentaranya Telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.”
فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ [٢:٢٥١]
Artinya: Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah[24] (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.
Dari ayat di atas dapat difahami bahwa Thalut dijadikan raja pertama untuk memimpin Bani Israel melawan Jalut dan tentaranya. Namun, pada waktu itu Bani Israel langsung menentang dan melanggar sumpah serta janjinya sendiri, karena Thalut dianggap bukan dari keturunan terhormat. Sebab, raja-raja Bani Israel kekayaan adalah ukuran keutamaan dan kemuliaan bagi mereka.[25]
Dan juga karena di sini Bani Israel mempunyai calon yang lebih baik untuk dijadikan raja dan pemimpin menurut mereka, yaitu anak Lawei keturunan dari segala Nabi dan Rasul, keturunan Jahuza yang selamanya memegang tampuk pimpinan dan keturunan raja-raja pula. Maka, atas dasar itulah mereka menentang Thalut untuk menjadi raja pertama bagi mereka, karena Thalut seorang yang miskin dan tak punya, bukan keturunan dari kalangan orang terhormat, bertangan kosong, serta tak mempunyai kekayaan untuk menjalankan pemerintahan. Sedang orang yang mereka usulkan adalah mempunyai kebesaran dan hartawan, serta mempunyai pengaruh terhadap orang banyak.
Kemudian Syamuil menjawab, “Untuk menjadi seorang panglima perang dan kepala Negara, tidak membutuhkan syarat kebangSawanan dan kehartawanan, walaupun itu semua ada, akan tetapi kalau seseorang tidak mempunyai kebijaksanaan dan kemampuan, maka tidak akan dapat menjadi raja yang baik. Bahkan darah bangSawan itu banyak yang menyebabkan seorang penakut, dan harta benda yang banyak menjadikan orang berotak tumpul. Adapun Thalut ini, Allah telah melebihkannya di banding dengan kamu sekalian, karena ia memiliki kekuatan dan kesanggupan, berupa badan yang kuat serta sehat, pemikirannya yang luas, panjang akalnya, kuat jiwanya serta tabah hatinya, sehingga hanya dialah yang pantas memimpin dan memerintah atas kamu sekalian.” Dan Allah telah menetapkan dia menjadi raja. Dan Allah akan menyerahkan kekuasaan kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya. Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Dialah yang mengetahui kebaikan dan bagaimana urusan itu diletakkan pada posisinya secara proporsional.[26]
Ini adalah urusan untuk meluruskan pandangan yang semrawut dan untuk menerangi kegelapan. Akan tetapi, karakter dari Bani Israel telah dimengerti oleh Nabi mereka, bahwa mereka tidak layak untuk menyandang hakikat-hakikat yang tinggi itu sendirian. Mereka sedang menghadapi peperangan. Maka, harus ada suatu hal yang luar biasa yang dapat menggoncang hati mereka untuk mengembalikan kepercayaan dan keyakinannya.
Sebagaimana dalam ayat 248, yakni dengan datangnya Tabut[27] kepada mereka. Di dalam kisahnya, awalnya Bani Israel diusir oleh kaum Amaliqah (orang Palestina) dari tanah suci mereka sendiri, yang mana sudah mereka taklukkan di bawah pimpinan Nabi mereka Yusya’ sesudah masa mereka terkatung-katung di Padang Tih (kebun teh) dan setelah wafatnya Nabi Musa a.s., dan benda suci dari tangan mereka yang berupa tabut (kotak) tempat menyimpan peninggalan nabi-nabi mereka dari keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun itu pun juga dirampas. Ada yang mengatakan bahwa tabut itu berisi kepingan-kepingan papan naskah yang di berikan Allah kepada Nabi Musa di gunung Thur.
Maka, Nabi mereka menunjukkan kepada mereka suatu tanda dari Allah, yaitu terjadinya suatu hal yang luar biasa yang dapat mereka saksikan. Hal itu adalah didatangkannya “tabut” dengan isinya yang “di bawa oleh Malaikat” di letakkan di sisi Thalut, sehingga hati mereka menjadi tenang. Berkatalah Nabi mereka, “Sesungguhnya tanda ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Allah benar-benar telah memilih Thalut jika kamu benar-benar beriman.”[28]
Kemudian Thalut mempersiapkan tentaranya yang tidak berpaling dari kewajiban jihad dan tidak merusak janjinya kepada Nabi mereka sejak awal perjalanannya. [29] Dan Thalut berpidato di hadapan mereka, menerangkan syarat-syarat tentara yang dia kehendaki: “Hai rakyatku sekalian, dalam ketentaraan yang telah aku susun ini, tidak boleh ikut serta menjadi anggotanya bagi orang-orang yang masih ragu-ragu dan tidak penuh semangatnya, orang-orang yang telah meminang seorang perempuan tapi belum menikah dengan perempuan tersebut, atau orang-orang yang mempunyai dagangan, sedang hatinya masih selalu kepada dagangannya itu!”[30]
Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi dengan baik, maka terbentuklah suatu tentara yang berdisiplin untuk berperang melawan Jalut dan tentaranya—yang menurut Qatadah berjumlah 80.000 orang,[31] terdiri dari orang-orang yang benar-benar kuat hati dan bernyala-nyala semangatnya, yang diharapkan mampu mengendalikan syahwat dan keinginan, yang tegar menghadapi kesulitan dan penderitaan, serta mampu mengungguli semua kebutuhan dan keperluan, dan lebih mengutamakan ketaatan dalam mengemban tugas-tugas dan tanggung jawabnya sehingga mampu melewati ujian demi ujian nantinya. Pemimpin yang telah dipilih untuk mereka itu harus menguji iradah tentaranya, meliputi ketabahan dan kesabaran. Sang pemimpin (Thalut) memilih percobaan ini, sedangkan mereka sebagaimana dikatakan dalam beberapa riwayat sedang kehausan, dengan maksud untuk mengetahui siapa orang yang sabar bersamanya dan siapa orang yang akan surut ke belakang dan lebih mengutamakan keselamatan dirinya sendiri.
Benarlah firasatnya, Ketika telah melewati sungai yang terletak diantara Yordania dan Palestina[32] yang mengalir deras, yang berada di gurun pasir dan padang tandus yang gersang. Dengan penuh kehausan, akhirnya mereka minum air sungai tersebut hingga puas dan hilang dahaganya. Yang pada mulanya Thalut memperbolehkan mereka minum, namun hanya dicukupkan seciduk tangan saja untuk membasahi tenggorokannya. Akan tetapi mereka nekad meminumnya, kecuali 4000 orang yang tetap disiplin, teguh pendirian dan patuh pada pemimpinnya. Sedangkan yang 76000 orang telah membangkang akan perintah Thalut dengan meminum air sepuas-puasnya. Sehingga mereka kekenyangan dan tidak dapat melanjutkan perjalanan.[33]
Kemudian Thalut melanjutkan perjalanan dengan hanya di sertai sisa pasukannya yang sedikit tapi masih setia dan loyal untuk memerangi Jalut. Demikianlah, “Berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak”. Inilah golongan kecil yang percaya penuh akan bertemu dengan Allah, yang mengembangkan semua kesabaran dan keyakinannya terhadap pertemuan ini, yang menyandarkan semua kekuatannya dari izin Allah, bahwa Allah senantiasa beserta orang-orang yang sabar, mantap dan mempunyai kepercayaan yang utuh. Kemudian mereka berdo’a yang intinya adalah meminta kepada Allah untuk diberikan kesabaran, teguh pendirian serta optimis dan pertolongan dari-Nya untuk menghadapi musuh-musuh mereka yang kafir sebagaimana dalam ayat 251 di atas.
Maka, tidak ada kegamangan dalam hati, tidak ada kesamaran dalam pandangan, dan tidak ada keraguan tentang lurusnya tujuan dan terangnya jalan yang di tempuh. Kemenangan itu pun kemudian Allah berikan kepada para pemberani yang gigih berjuang di atas jalan kebenaran. Pasukan Thalut yang sedikit dan kelihatan lemah itu akhirnya dapat mengalahkan tentara Jalut yang banyak dan terlihat sangat kuat tersebut.[34]
Setidaknya dari paparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam
Kisah Thalut dan Jalut ada beberapa unsur yang perlu digaris bawahi. Diantara:
1. Ada unsur Dialog
Hal ini terlihat ketika bani israil meminta kepada nabi syuaib menunjuk seorang pemimpin. Nabi syuaib menunjuk Thalut tapi bani israil sendiri menolak dengan mengatakan:
أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِ
Artinya: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?
Nabi mereka hanya menjawab:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ
Artinya: Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.
2. Dalam kisah tersebut juga setidaknya ada 3 nasehat bagi seseorang yang ingin menghadapi musuh dalam peperangan:
a. Sabar
Adapun kesabaran yang terdapat dalam kisah Thalut dan Jalut di atas adalah, terlihat dalam sikap Thalut dan tentaranya yang tahan di dalam menghadapi cobaan dan ujian ketika mereka dihadapkan pada sungai yang mereka lewati dan dalam keadaan yang sangat haus mereka di larang meminum banyak air dari sungai itu, akan tetapi hanya dibolehkan satu cakupan tangan saja. Bagi orang yang tahan menghadapi cobaan, mereka tetap sabar untuk tidak meminum air sungai tersebut secara berlebihan, walaupun kehausan yang mereka alami begitu berat, namun bagi mereka yang tidak sabar mereka tetap meminum banyak dari air sungai tersebut sampai akhirnya kekenyangan dan tidak dapat lagi melanjutkan peperangan melawan Jalut dan tentaranya. Di sinilah letak ujian yang berat bagi mereka agar tetap bersabar menghadapi cobaan untuk meraih kemenangan pada akhirnya.
b. Teguh Pendirian
Teguh pendirian dalam kisah di atas terlihat dari pendiriannya yang tidak mudah tergoyahkan untuk tetap berperang melawan Jalut dan tentaranya, melawan orang-orang kafir. Cobaan berupa kehausan, kepanasan, materi dan bahkan ancaman nyawa. Namun akhirnya cobaan demi cobaan dapat mereka hadapi dengan kegigihan dan teguh pendirian untuk tetap berjuang menegakkan kebenaran dan meraih kemenangan dengan ijin dari Allah, walaupun sebagian besar tentara yang maju dari awal, ketika ditengah perjalanan peperangan tersebut banyak yang memilih jalannya sendiri, yaitu mengundurkan diri karena tidak kuasa menghadapi cobaan yang mendera.
Dan dalam kitab Riyadhus Shalikhin, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Biasa-biasa sajalah kamu sekalian di dalam mendekatkan diri kepada Allah dan berpegang teguhlah kamu sekalian terhadap apa yang kalian yakini: ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun di antara kamu sekalian yang selamat karena amal perbuatannya”(HR. Muslim).[35]
c. Optimis
Dari kisah di atas sifat optimis terlihat dari sikapnya yang selalu berharap dan minta pertolongan hanya kepada Allah, agar jangan sampai patah semangat dalam melawan Jalut dan tentaranya yang tidak sebanding dengan tentaranya Thalut yang semakin sedikit karena tidak kuasa menahan cobaan dan menghadapi ujian yang di berikan oleh Allah, dan mereka tetap optimis dengan sifat-sifat tersebut mereka dapat mengalahkan Jalut beserta tentaranya atas bantuan dan ijin dari Allah semata. Dengan optimis dan keyakinan untuk meraih kemenangan inilah, kemenangan yang sejati akan dapat diraih. Kemenangan untuk mengalahkan musuh negara dan musuh yang sebenarnya, yaitu hawa nafsu yang selalu bersemayam dalam hati setiap manusia.
3. Dalam kisah Thalut yang dituturkan diatas selain untuk memberi nesahat dan teladan. Kisah ini di dalamnya terdapat tuntunan-tuntunan yang dapat diambil hikmahnya. Banyak pelajaran dari orang-orang dahulu yang hidup pada masa Thalut. Seperti halnya ketika Thalut diangkat menjadi raja. Banyak yang mempertentangkannya, karena Thalut bukanlah dari kalangan bangsawan dan hartawan. Tetapi Allah telah melebihkannya dengan ilmu dan tubuh yang kuat.
Dari sini bisa diambil pelajaran bahwa syarat mutlak untuk menjadi raja atau pemimpin bukanlah kebangsawanan dan kehartawanan. Karena sekalipun orangnya bangsawan dan hartawan, tetapi tidak mempunyai kebijaksanaan dan kemampuan, maka akan sulit menjadi raja atau pemimpin yang dapat memimpin rakyatnya dengan baik. Bahkan darah bangsawan itu banyak menjadikaan orang berotak tumpul, sehingga pendek pemikirannya, pendek akalnya serta tidak sehat jiwanya.[36]
4. Di samping itu, kisah Thalut juga mengandung anjuran/tarhib untuk berdoa di setiap keadaan yang kita hadapi. Hal ini terlihat ketika Thalut dan tentaranya menghadapi tentara Jalut yang jumlahnya sangat banyak, mereka berdoa kepada Allah agar diberi kesabaran dan pertolongan oleh Allah. Disamping itupula terdapat anjuran untuk berperang dengan gerakan-gerakan yang sesuai dengan ajaran al Qur’an.[37]
5. Unsur yang keenam yaitu terdapat usur tarhib atau ancaman yang tersirat dalam kisah Thalut dan Jalut hal ini terlihat dalam ayat berikut:
فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ] ٢:٢٤٦]
Artinya: Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.
Secara tersirat Ayat tersebut menunjukkan jika mereka tidak mau berperang maka mereka termasuk orang zalim dan akan diazab diakhirat kelak.
B. Pelajaran Yang dapat diambil dari kisah Thalut Dan Jalut
Dari kisah di atas terdapat hikmah yang sangat tinggi, apabila difahami tentang nilai-nilai pelajaran yang terkandung di dalamnya. Ketika kita menghadirkan dalam diri sendiri sebuah renungan bahwa al-Qur’an itu adalah kitab suci umat, pemimpinnya yang setia menasihati, madrasahnya di mana umat ini dapat menemukan pelajaran hidupnya, Allah Swt mendidik masyarakat muslim pertama dengan al-Qur’an itu, yang telah memberikan taufik kepada mereka untuk menegakkan konsepsinya (manhaj-nya) di muka bumi dan menumpukan semua peran besar ini kepada al-Qur’an, setelah dipersiapkan untuk mereka.
Sesungguhnya Allah Swt menginginkan al-Qur’an menjadi pemandu yang tetap hidup setelah wafatnya Rasulullah Saw untuk membimbing generasi umat ini dan untuk mendidik dan mempersiapkannya memegang peran kepemimpinan yang arif yang telah dijanjikan-Nya, selama mereka mengikuti petunjuk-Nya, memegang janji-Nya, dan menyandarkan semua hidupnya kepada al-Qur’an, merasa bangga dengannya, dan menjunjungnya di atas semua konsepsi dunia yangbersifat jahiliyah.
Thalut merupakan simbol dari kelompok mukmin sedangkan Jalut adalah simbol kelompok kafir. Kekuatan yang dimiliki oleh Thalut dan tentaranya tidaklah besar apabila dibandingkan dengan Jalut dan tentaranya. Beberapa pesan moral dari kisah Thalut yang dapat diambil pelajaran bagi masyarakat muslim di setiap masa adalah:
1. Pengujian semangat lahiriah dan emosi yang menyala-nyala pada jiwa kelompok masyarakat, hendaklah tidak berhenti pada ujian pertama.
2. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki ilmu yang luas sehingga dapat mengendalikan pemerintahan dengan baik.
3. Ukuran kekuatan bukan berada di tangan orang-orang kafir yang berjumlah lebih banyak, melainkan di tangan Allah semata.
4. Dalam berjihad kondisi kejiwaan dan aspek spiritual dan kesabaran lebih diutamakan daripada mengandalkan kondisi eksternal materi.
5. Larangan menghina sesama manusia.
6. Bergaul dengan sesama manusia tidak membedakan pangkat dan harta
7. Memperbanyakkan doa dan munajat sebagai lambang pergantungan yang tinggi kepada Allah s.w.t.
8. Bersabar pada setiap ujian hidup dan selalu bertawakal pada Allah swt.
9. Anjuran bersifat optimis dan teguh pendirian dalam menghadapi rintang dan masalah.[38]
C. Doa
Didalam kisah Thalut dan Jalut terdapat suatu hikmah bahwa dianjurkan berdoa ketika dalam menghadapi musibah hal ini terlihat dalam surat al-Baqarah ayat 251 yang berbunyi:
وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ [٢:٢٥٠]
Artinya: Tatkala Jalut dan tentaranya Telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.”
Sumber Tulisan
1. Dhuroruddin Mashad, Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul, Jakarta: Erlangga, 2003.
2. Bey Arifin, Rangkaian Kisah Dalam Al-Qur’an, Surabaya: al-Ma’arif, 1963.
3. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.
4. Imam Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abu Bakar, Tafsir Jalalain, Bandung: Al-Ma’arif, tt.
5. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ilyas, Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
6. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an – Di bawah Naungan Al-Qur’an – Jilid II, Jakarta: Gema Insani, 2000.
7. Imam Abu Al-Fada’ al-Hafidh Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azdim, Juz. I., Beirut: Darul Fikr, 1992.
8. Abdullah Gymnastiar, 10 Sikap Positif Menghadapi Kesulitan Hidup,Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003.
[1] Dhuroruddin Mashad, Mutiara Hikmah Kisah 25 Rasul, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 180.
[2] Orang Barat menyebutnya dengan nama Samuel.
[3] Dhuroruddin Mashad, Mutiara Hikmah,…hlm 180.
[4] Ibid
[5] Bey Arifin, Rangkaian Kisah Dalam Al-Qur’an, (Surabaya: al-Ma’arif, 1963), hlm. 184-186.
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm.923.
[19] Ibid.hlm. 478.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Maksudnya: mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan.
[23] Tabut ialah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka.
[24] Yang dimaksud di sini ialah kenabian dan Kitab Zabur
[25] Dhuroruddin Mashad, Mutiara Hikmah,…hlm 180.
[26] Bey Arifin, Rangkaian Kisah Dalam,… hlm. 186.
[27] Dalam Kitab Tafsir Jalalain disebutkan bahwa, Tabut adalah kotak yang berisi di dalamnya naskah-naskah para Nabi yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Adam AS. Lihat: Imam Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Abdurrahman Ibn Abu Bakar, Tafsir Jalalain, (Bandung: Al-Ma’arif, tt), hlm.38.
Sedangkan menurut As-Sadi yang dikutip oleh Muhammad bin Ilyas mengatakan, tabut as-Sakinah tingginya sekitar tiga siku dan lebarnya dua siku. Ia terbuat dari kayu Syahsyad. Menurut sebuah kisah, di dalamnya ada sandal dari Nabi Musa, potongan tongkatnya, serban Nabi Harun, dan potongan manna yang di turunkan kepada bani Israel sewaktu berada di kebun Teh. Tabut ini, apabila mereka simpan di depan mereka (Bani Israel) sewaktu berperang, maka mereka bisa mengalahkan musuh-musuh mereka. Lihat: Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ilyas, Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm. 272.
[28] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an – Di bawah Naungan Al-Qur’an – Jilid II, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 180-181.
[29] Ibid, hlm. 181.
[30] Bey Arifin, Rangkaian Kisah Dalam,… hlm. 187.
[31] Imam Abu Al-Fada’ al-Hafidh Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azdim, Juz. I., (Beirut: Darul Fikr, 1992., hlm. 373.
[32] Seperti dikutip dari Ibnu Abbas oleh Ibnu Katsir, op. cit.
[33] Imam Abu Al-Fada’ al-Hafidh Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an,…hlm. 373.
[34] Abdullah Gymnastiar, 10 Sikap Positif Menghadapi Kesulitan Hidup, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 77.
[35] Muhyiddin Abu Zakariya Ibn Syaraf al-Nawawi, Riyadlus Shalikhin, (Pekalongan: Toko Kitab Raja Murah, tt), hlm. 59.
[36] Bey Arifin, Rangkaian Kisah Dalam,… hlm. 214
[37] Shalah al Khalidi, Kisah-Kisah Al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 322
[38] Ibid., hlm. 327-339