Daftar Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa – Shaum atau puasa secara bahasa bermakna al-imsak atau menahan diri dari sesuatu seperti menahan diri dari makan atau berbicara. Makna shaum seperti ini dipakai dalam ayat ke-26 surat Maryam. “Maka makan dan minumlah kamu, wahai Maryam, dan tenangkanlah hatimu; dan jika kamu bertemu seseorang, maka katakanlah saya sedang berpuasa dan tidak mau berbicara dengan siapapun.”
Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan dari dari dua jalan syahwat, mulut dan kemaluan, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Keutamaan, Waktu Serta Do’a Puasa Ramadhan
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan penuh harap, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang shalat malam pada bulan puasa, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Bukhari dan Muslim)
Ibadah puasa dimulai sejak masuknya fajar shadiq (waktu shalat Subuh) hingga terbenamnya matahari (masuk waktu shalat Maghrib). Allah menerangkan di dalam al-Qur’an dengan istilah benang putih dari benang hitam.
Jika berbuka puasa, Rasullullah saw. membaca, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.” Artinya, ya Allah, untukmu aku berpuasa dan dengan rezeki yang engkau berikan kami berbuka. Dan Rasulullah saw. berbuka puasa dengan kurma. Jika tidak ada, cukup dengan air putih.
Sunnah-sunnah dalam Melaksanakan Puasa Ramadhan
Sebelum berpuasa, disunnahkan mandi besar dari junub, haidh, dan nifas. Bagi orang yang berpuasa, disunnahkan melambatkan makan sahur ramadhan dan menyegerakan berbuka. Berdo’a sebelum berbuka.
Agar amalan puasa tidak rusak dan pahalanya tidak gugur, orang yang berpuasa disunnahkan menjaga anggota badan dari maksiat, meninggalkan obrolan yang tidak berguna, meninggalkan perkara syubhat dan membangkitkan syahwat. Disunnahkan memperbanyak tilawah Al-Qur’an, memberi makan orang puasa untuk berbuka, dan memperbanyak sedekah. Di sepuluh hari terakhir, sangat dianjurkan beri’tikaf.
Siapa Sajakah yang Dibolehkan Meninggalkan Ibadah Puasa Ramadhan?
1. Orang yang safar (dalam perjalanan)
Tapi, ada ulama yang memberi syarat. Seseorang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan menggantinya di bulan lain, jika safarnya menempuh lebih dari 89 km dan safarnya bukan untuk maksiat serta perjalanannya dimulai sebelum fajar.
Namun Imam Hanbali membolehkan berbuka, walaupun safarnya dimulai pada siang hari. Alasan dibolehkannya berbuka adalah karena safar mengandung masyaqqah (kesusahan). Jika seseorang yang safar mengambil rukshah ini, ia wajib mengganti puasanya itu di hari lain sejumlah hari ia tidak berpuasa.
2. Orang yang sedang sakit
Sakit yang masuk dalam kategori ini adalah sakit yang dapat menghambat kelangsungan ibadah puasa dan berdampak pada keselamatan fisik jika dia tetap berpuasa. Untuk memutuskan dan menilainya, diperlukan pendapat dokter. Jika seseorang tidak berpuasa karena sakit, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di bulan lain ketika ia sudah sehat.
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian (musafir) yang boleh baginya mengqashar (meringkas) sholat. Tidak puasa bagi mereka adalah afdhal (lebih utama), tapi wajib mengqadha (mengganti) di lain hari. Namun, jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta’ala :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. . [QS. Al Baqarah :184]
3. Wanita hamil dan ibu yang menyusui
Wanita hamil atau ibu menyusui boleh tidak berpuasa, tapi harus menggantinya di hari lain. Jika dia tidak berpuasa karena takut dengan kondisi dirinya sendiri, maka hanya wajib bayar qadha’ saja. Tapi jika dia takut akan keselamatan janin atau bayinya, maka wajib bayar qadha’ dan fidyah berupa memberi makan sekali untuk satu orang miskin.
Hal ini diqiyaskan dengan orang sakit dan dengan orang tua yang uzur. Jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus mengqadha dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin untuk settiap hari yang ditinggalkan. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus mengqadha saja. Berkata Ibnu Umar:
اَلحَامِلُ وَ الْمُرْضِعُ تُفْطِرُ وَ لاَ تُقْضِي
“Wanita yang hamil dan yang menyusui boleh berbuka (tidak puasa) dan tidak perlu mengqodho”. [HR. Daruquthni]
4. Orang yang lanjut usia
Orang yang sudah lanjut usia dan tidak sanggup puasa lagi tidak wajib puasa, tapi wajib bayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin sebanyak hari yang ditinggalkan.
Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Firman Allah Ta’ala :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [QS. Al Baqarah: 184]
Berkata Ibnu ‘Abbas :
رُخِصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَ الْعَجُوْزِ الْكَبِيْرَةِ فِيْ ذَلِكَ وَهُمَا يُطِيْقَانِ الصَّوْمَ أَنْ يُفْطِرَا إِنْ شَاءَا وَ يُطْعِمَا كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَ لاَ قَضَاءَ عَلَيْهِمَا
“Diberi keringanan bagi laki-laki dan wanita yang lanjut usia dalam hal itu yang keduanya tidak mampu berpuasa, maka mereka boleh berbuka (tidak puasa) bila menghendaki, dan memberi makan satu orang miskin setiap harinya, serta tidak perlu mengqodho.” [HR. Abu Dawud]
Adapun orang yang meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa Ramaadhan, maka diqodho oleh walinya. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa yang meninggal dunia dan memiliki hutang puasa maka walinya berpuasa untuknya.” [HR. Bukhari dan Muslim]
5. Orang yang mengalami keletihan dan kehausan yang berlebihan
Jika kondisi itu dikhawatirkan mengganggu keselamatan jiwa dan akal, maka boleh berbuka dan wajib qadha’.
6. Orang yang dipaksa (ikrah) tidak berpuasa
Orang seperti ini boleh berbuka, tapi wajib mengqadha’.
7. Wanita haidh dan nifas
Mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha (mengganti) di lain hari sebanyak hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka puasanya tidak sah.
Sabda Rasulullah SAW ketika mensifati wanita :
أَ لَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَ لَمْ تَصُمْ ؟ قُلْنَ : بَلَى ، قَالَ : فَذَلِكَ نُقْصَانِ دِيْنِهَا
“Bukankah jika dia haidh, tidak sholat dan tidak puasa ? Jawab para wanita : “Benar”. Beliau berkata : “Itulah kurang sempurnanya agamanya .” [HR. Muslim]