Bacaan Doa Sebelum dan Sesudah Adzan – Tidak ada satu riwayatpun yang menyuruh Muadzin mengucapkan lafaz tertentu sebelum adzan seperti bacaan Hauqalah, tasbih, tahmied, shalawat atau yang lainnya yang berkembang di masyrakat . Adapun bacaan basmalah itu disunahkan secara umum untuk mengawali segala perbuatan yang baik bukan semata – mata adzan.
Sementara sesudah adzan baik (Mu’adzin maupun Mustami’unnida’) disyariatkan membaca doa
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jabir bin Abdullah berkata bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda “Barang siapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan ‘Allahumma Rabba………..wa’adttah’ niscaya akan mendapat syafa’atku pada hari kiamat. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adzan bab Ad-Du’a inda an-Nida, hadis ke 579.
Ada sebagian orang yang menambah doa ini dengan lafaz:
و الشرف و الدرجة العالية الرّفيعة إنّك لا…الخ
Hadis tentang tambahan ini tidak ada asalnya. Karena hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainya sama sekali tidak ada tambahan tersebut, As-Sakhaawy mengatakan “aku tidak pernah dapati tambahan lafaz tersebut sama sekali”. Ada juga tambahan “Innaka laa tukhliful mii’ad” ini terdapat dalam sunan al-Baihaqi tetapi al-Albani mengatakan riwayat ini syadz (cacat).
Syaikh Muhammad Abdussalam Khadr Asy Syaqiry dalam Assunan wa Mubtada’at al Muta’alliqah bi al Adzkar wa as Shalawat yang diterbitkan oleh “Dar al-Fikr” mengatakan penambahan kata “Wa darajatarrafi’ah” di tengah shalawat adalah bid’ah dan penambahan kalimat “Innaka la tukhliful mii’ad” di akhir shalawat tidak memiliki dasar hadis yang shahih, hanya menisbatkan kepada Uwais al-Qarni semata dan itu salah besar.
Membaca shalawat yang dibuat-buat, ayat-ayat tertentu dengan redaksi atau susunan tertentu, syair atau semacamnya apalagi dengan jama’ah dan dikeraskan sama sekali tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw. yang disunahkan adalah menirukan sebagaimana yang diucapkan Mua’adzin lalu membaca shalawat atau berdoa sesuai sabda dan tuntunan Rasulullah saw.
Disyari’atkan juga membaca shalawat/doa untuk Nabi saw.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Abdullah bin Amru bin Ash mendengar Rasulullah saw. Bersabda “Apabila mendengar seruan muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkanya lalu bershalawatlah untuku, sesungguhnya barang siapa yang bershalawat untuku satu kali maka Allah memberikan rahmat padanya sepuluh kali kemudian mintalah wasilah untuku karena sesungguhnya wasilah itu suatu kedudukan di syorga yang hanya diberikan kepada seorang hamba dan aku mengharap akulah hamba itu” diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shalat Kutubuttis’ah hadis ke 577 juga terdapat dalam (HPT: 125).
Masalah adab berdoa Allah swt dalam al-Qur’an mensyari’atkan bagaimana tatakrama kita ketika berdoa kepadaNya, diantaranya dengan merendah diri dan rasa takut
اادعوا ربّكم تضرّعا و خفية انّه لا يحبّ المعتدين
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-A’raf [7] : 55)
واذكر ربّك في نفسك تضرّعا و خيفة و دون الجهر من القول بالغدوّ و الأصال ولا تكن من الغافلين
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (al-A’raaf [7] : 205)
قل ادعواالله اودعاالرحمن ايّا ما تدعوا فله الأسمآء الحسنى ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك سبيلا
Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (Al-Israa [17] : 110)
Ada juga beberapa ayat lain yang senada dengan ayat ini, kiranya ini cukup menjadi dalil bagi kita bahwasanya dalam berdoa ada tatakrama yang tidak boleh dilanggar yaitu dengan merendah diri, penuh rasa harap dan khawatir, tidak perlu mengeraskan suara apalagi sampai berteriak-teriak histeris hal yang seperti ini tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw.