Siapapun pasti ingin memiliki anak yang taat kepada Allah SWT tanpa paksaan, terutama rajin menjalankan ibadah sholat. Pertanyaan yang muncul mungkin dikisaran beberapa hal pokok di bawah ini:
Bagaimana membuat anak-anak kita Sholat dengan kesadaran mereka sendiri tanpa diperintah, tanpa berdebat dahulu dan disiplin mendirikannya tanpa perlu diingatkan?
Apakah anak-anak kita enggan dan malas untuk sholat? Atau bahkan mereka membuat jengkel saat mengingatkan untuk sholat? Mari kita lihat bagaimana kita bisa mengubahnya.
Ini adalah pengalaman seorang wanita yang memiliki anak perempuan yang sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Baiklah inilah cerita darinya dengan bahasa yang telah disesuaikan.
Sholat bagi anakku sepertinya hal yg sangat berat, sampai-sampai suatu hari aku berkata kepadanya: “Bangun!! Sholat!!”, dan aku mengawasinya dari jauh.
Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai. Kemudian ia mendatangiku.
Aku bertanya kepadanya: “Apakah kamu sudah sholat?”
Ia menjawab: ” Sudah “?
Kemudian aku marah dengan sangat keras, karena ia berbohong tentang itu. Aku tahu aku salah, tetapi kondisinya memang benar-benar membuatku sedih.
Air mataku tak terbendung disitu…
Aku benar-benar emosi dan marah pada putriku, aku gertak dengan keras dan aku menakutinya dengan siksa neraka.
Tapi apa yang terjadi…ternyata semua ocehanku itu seperti tidak didengar dan tidak bermanfaat sekali.
Hingga suatu hari, seorang sahabatku bercerita ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak-anaknya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah dan atas kesadaran sendiri.
Aku berkata padanya “Bagaimana anak-anakmu bisa sholat dgn kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan dengan keras tanpa perlu kita marah-marah?”
Ia menjawab: “Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO’A ini, dan sampai saat ini pun aku selaku berdoa dengan DO’A tersebut.
Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dengan do’a ini.
Dalam sujudku…
Saat sebelum salam…
Ketika witir…
Dan disetiap waktu-waktu yang mustajab…
Wahai saudara-saudaraku…
Anakku saat ini telah duduk dibangku SMA.
Sejak aku memulai berdoa dengan doa itu sampai saat ini, anakkulah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat.
Dan adik-adiknya, Alhamdulillah…mereka semua selalu menjaga sholat.
Saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat.
Aku tahu Anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu?
Doa ini ada di QS.Ibrahim: 40
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
(إبراهيم ، 40)
“Robbij ‘alnii muqiimash sholaati wa min dzurriyyatii robbanaa wa taqobbal du’aa”
Artinya : “Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat, ya Robb, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
Doa…Doa…dan Doa…
Sebagaimana Anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin.
Cerita di atas kami kutip dari postingan bapak Marsudi Imam di facebook..
Pentingnya Keteladanan Perilaku Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Anak merupakan buah hati, tumpuan dan harapan dari keluarga. Selain itu anak adalah amanat dari Allah yang diberikan kepada orang tua, maka Islam menugaskan kepada umatnya agar memberikan pendidikan terhadap anaknya, terutama dalam hal ini adalah ibadah shalat.
Pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua, karena anak merupakan cikal bakal generasi penerus sebuah bangsa. Kunci utama keberhasilan pendidikan anak ini terletak pada orang tua, sejak kelahiran anak sampai berangsur-angsur menjadi orang dewasa.
Orang tua sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anaknya baik yang berkenaan dengan iman, moral, mental, jasmani maupun rohani. Pendidikan pertama yang harus ditanamkan orang tua adalah keimanan dan perilaku agama di dalam diri anak untuk memupuk keteladanan yang baik dalam diri mereka.
Keluarga adalah sebagai unit pertama dan institusi utama dalam masyarakat. Menurut Hasan Langgulung, di dalam keluarga tersebut berkembang individu dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal proses pemasyarakatan dan melalui interaksi dengannya individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi, dan sikapnya dalam hidup dan itu ia memperoleh ketenteraman dan ketenangan.1
Ada juga yang mengatakan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.2
Pada dasarnya umat manusia selalu membutuhkan naungan keluarga dalam segala jenjang umur, mulai sejak kanak-kanak hingga ajal menemuinya. Seorang anak, harus hidup di tengah-tengah keluarga yang utuh. Jika tidak maka akan mempunyai akhlak dan watak yang aneh karena tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Sebagaimana Firman Allah SWT:
”Wahai orang-orang yang beriman ! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, lagi keras, yang tidak durhaka kepada allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At-Tahrim/66: 6)”.3
Berdasarkan Firman Allah tersebut, maka orang tua berkewajiban memelihara anggota keluarga dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan perintah agama secara baik termasuk harus mempunyai wawasa seputar sholat , sebab anak lebih cenderung meniru dan mengikuti kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya.
Artinya mendidik anak dengan keteladanan perilaku secara langsung itu lebih baik dari pada hanya dengan nasehat dalam bentuk ucapan-ucapan belaka. Jadi, kalau orang tua memiliki kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, maka anak- anaknya pun akan menjadi manusia shalih, karena sejak kecil sudah mendapatkan hal-hal yang baik.
Orang tua memegang peranan yang sangat penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak bayi lahir ibunyalah yang selalu berada di sampingnya. Oleh karena itu, ia meniru perangai ibunya dan kebiasaannya.4
Diantara yang menjadi kewajiban orang tua dalam berkeluarga adalah memberikan didikan agama kepada keluarga itu sendiri. Pendidikan dan pengajaran agama harus dimulai dari keluarga.
Artinya, anak yang datang dari keluarga muslim harus mengetahui serta menerima Islam dari lingkungan keluarga, bukan dari tempat lain. Jadi, apabila si anak mulai biasa mengucapkan kata-kata, hendaklah ia mulai pula menerima ajaran-ajaran Islam walaupan hanya satu huruf.
Artinya, orang tua harus mulai menanamkan pengertian agama dari yang sekecil-kecilnya kemudian makin hari makin bertambah sesuai dengan tingkat perkembangan umur anak. Tentu saja dalam hal ini yang pertama kali mendidik anak adalah ibu.
Dari sekian banyak kewajiban-kewajiban orang tua terhadap pendidikan agama anak-anaknya, adalah mendidik dan memberi keteladanan anak untuk beribadah. Mendidik dan memberi teladan anak untuk melakukan ibadah seperti shalat sejak kecil adalah menjadi kewajiban orang tua.
Sebagaimana firman-Nya: “Dan perintahkan kepada keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam menjalankannya. (Q.S. Tha ha/20: 132).5
Dari ayat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa shalat merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman yang telah ditentukan waktunya, demikian juga memerintah anak untuk melakukan shalat merupakan kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan oleh orangtuanya.
Dengan demikian orang tua haruslah menjadi contoh bagi anak- anaknya. Karena orang tua merupakan contoh baik dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, karena keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya anak.
Jika orang tua atau keluarga mendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani dan tidak berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan sifat-sifat mulia ini. Jika sebaliknya dalam keluarga orang tua pendusta, penghianat, berbuat sewenang-wenang, bakhil, pengecut, maka kemungkinan besar anak pun akan tumbuh dengan sifat tercela tersebut.6
Catatan Kaki
1. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi, dan Pendidikan, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995), hlm. 346
2. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 117
3. Departemen Agama RI, Al -Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2008), hlm. 560
4. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 35
5. Departemen Agama RI, Al -Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2008 ), hlm. 321
6. Abdullah Nasih Ulwan, “Tarbiyatul Aulad Fil Islam”,Terj. Saifullah Karnalie dan Hery Noer Aly, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy syifa’), 1981, hlm. 2