Tata Cara Sholat Witir – Shalat Witir hukumnya sunah muakkad. Shalat Witir sebenarnya termasuk shalat Malam, Namun lebih tepat jika dikatakan penutup sholat malam (lail). Menurut Hanabilah: makruh meninggalkannya. Imam Ahmad berkata: orang yang meninggalkan shalat Witir secara sengaja, tidak sepantasnya persaksiannya diterima.
Jumlah rakaat minimalnya adalah satu rakaat. Setelah selesai mengerjakan shalat tahajud disunnahkan shalat Witir satu rakaat, atau tiga rakaat, atau lima rakaat, atau tujuh rakaat dengan duduk pada penghabisannya. Atau tujuh rakaat, atau sembilan rakaat dengan duduk tasyahud awal pada rakaat keenam dan kedelapan lalu salam pada rakaat terakhir (ketujuh dan ke sembilan).
Dalil untuk Sholat Witir 1 atau 3 Rakaat
“Karena hadis Aisyah istri Nabi saw. ia berkata: “Adapun Rasulullah saw. mengerjakn shalat pada waktu antara ia selesai shalat Isya’-yaitu yang orang namakan ‘atamah-hingga fajar sebelas rakaat dengan membaca salam antara dua rakaat lalu shalat Witir satu rakaat. Kemudian apabila muadzin telah selesai seruan subuhnya, dan terlihat olehnya akan fajar dan Bilal menghampirinya, ia lalu shalat dua rakaat singkat-singkat kemudian berbaring pada lambung kanan sampai muadzin datang kepadanya untuk seruan iqamah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalil sholat Witir 5 atau 7 Rakaat dengan Satu Salam.
“Karena hadis Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi saw. pernah berkata: “Jangan mengerjakan Witir tiga rakaat seperti shalat Maghrib (dengan tahiyat awal). Hendaklah kamu kerjakan lima atau tujuh rakaat.” (Riwayat Daruqutni , Ibnu Hibban dan Hatim dengan kata-kata yang berbeda. Kata al-Iraqi: Sanadnya sahih).
Dalil untuk Sholat Witir 7 rakaat dengan duduk tasyahud awal pada rakaat keenam dan salam pada rakaat terakhir.
“Karena hadis Sa’d bin Hisyam: Maka setelah ia bertambah berat badannya karena usia lanjut ia kerjakan Witir tujuh rakaat dengan hanya duduk antara yang keenam dan ketujuh untuk hanya membaca salam pada rakaat yang ketujuh.”
Dalil sholat Witir 9 rakaat dengan tasyahud awal pada rakaat kedelapan dan salam pada rakaat terakhir.
Berdasarakan hadis Aisyah yang menceritakan bahwa ia pernah ditanaya tentang shalat Rasulullah di tengah malam lalu ia mengatakan: “ia kerjakan shalat Isya’ dengan berjamaah kemudian ia kembali kepada keluarganya, lalu shalat empat rakaat kemudian ia pergi keperaduannya lalu tidur, di arah kepalanya terletak tempat air wudhu yang ditutupi dan sikat gigi, sampai ia dibangunkan Allah saat ia dibangunkan pada tengah malam, ia lalu menggosok giginya dan berwudhu dengan wudhu yang sempurna kemudian pergi ke tempat shalat lalu ia shalat delapan rakaat. Dalam rakaat-rakaat itu ia membaca Fatihah dan surat al-Quran dan ayat-ayat lainnya. Ia tidak duduk (untuk tahiyat awal) selama itu kecuali pada rakaat kedelapan dan tidak menutup dengan salam. Pada rakaat kesembilan ia membaca seperti sebelumnya lalu duduk tahiyat akhir membaca doa dengan macam-macam doa dan mohon kepada Allah serta menyatkan keinginan-keinginannya kemudian ia membaca salam sekali dengan suara keras yang hampir membangunkan seluruh isi rumah karena nyaringnya. Kemudian ia shalat sambil duduk dengan membaca Fatihah dan rukuk sambil duduk lalu ia kerjakan rakaat kedua seerta rukuk dan sujud sambil duduk kemudian membaca doa sepuas hatimya dan akhirnya menutup dengan salam dan lalu bangkit pergi. Demikianlah selalu shalat Rasulullah saw. Sampai akhirnya bertambah berat badannya. Maka lalu yang sembilan rakaat itu dikurangi dua sehinga menjadi enam dan tujuh[1] ditambah dua rakaat yang dikerjakan sambil duduk. Demikianlah dikerjakan sampai Nabi wafat. (HR. Abu Daud).
Waktu akhir shalat Witir adalah terbitnya fajar.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Nasa’i yang disahihkan oleh Abu Awanah dan yang lainnya dari jalur Sulaiman bin Musa, dari Nafi’ bercerita kepada Sulaiman bahwa Ibnu Umar pernah berkata: “barang siapa yang melaksanakan shalat Malam hendaklah ia menjadikan Witir sebagai akhirnya. Sebab Rasulullah saw. telah memerintahkan demikian. Apabila fajar telah terbit, maka habislah waktu shalat Malam dan Witir.”(Terj. Fathul Bari jild. 5, hal. 262-263).
Catatan Kaki
[2] Maksudnya Nabi saw. Mengajarkan shalat enam rakaat lalu duduk untuk tahiyat awal kemudian berdiri dan pada rakaat ketujuh menutupnya dengan salam. Lalu shalat dua rakaat sambil duduk. Demikianlah mudahnya mengerjakan shalat Lail sehingga tidak mengharuskan bilangan rakaat sebelas, asal jumlanya gasal.