pembatal-dan-bukan-pembatal-puasa

Pembatal dan Bukan Pembatal Puasa – Hingga detik ini masih banyak di antara teman-teman muslim yang tidak mengetahui apa saja hal-hal yang membatalkan puasa, bahkan kesulitan membedakan hal-hal yang diperbolehkan saat puasa.

Untuk itu, sebelum menunaikan ibadah puasa ramadhan, seharusnya kita dapat membedakan keduanya. Karena terkadang puasa bisa batal tanpa kita sadari, begitu juga sebaliknya kita beranggapan batal namun faktanya tidak batal.

Agar ibadah puasa ramadhan kita sempurna di sisi Allah SWT dan mendapatkan ganjaran pahala berlimpah serta mendapatkan ampunan dari-Nya, di bawah ini akan kami paparkan secara lengkap permasalahan ini.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Ramadhan Beserta Dalil & Penjelasannya

Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.

Puasa memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur kepada Allah SWT dan juga untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat.

Untuk menjaga puasa kita tetap sempurna, maka kita harus menghindari hal-hal yang dapat membatalkanya. Berikut daftarnya:

Makan dan Minum

Berdasarkan kesepakatan ulama (ijma’), makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja akan membatalkan puasa. Karena urgensi menjalanakan ibadah puasa ramadhan yaitu menahan lapar dan haus.

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam… [QS. Al Baqarah: 187]

Jika seandainya terdapat sisa makanan di sela-sela gigi, lalu terkena air liur (sisa makanan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi) kemudian tertelan maka puasa kita tetap sah.

Catatan: Sulit membedakan air ludah dan sisa makanan yang tertelan.

Hubungan Intim Suami Istri

Hubungan intim suami istri di siang hari bulan ramadhan akan membatalkan puasa, meskipun tidak menyebabkan keluarnya air mani. Sebaliknya, dibolehkan melakukan hubungan intim suami istri di malam hari selama dilakukan sampai sebelum terbitnya fajar. Firman Allah SWT:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. [QS. Al-Baqarah:187]

Berdasarkan ketiga ayat di atas, dapat dipahami bahwa pergaulan suami istri melalui hubungan badan dapat membatalkan puasa. Begitu juga dengan bermesraan, batal bila bercumbu hingga mengeluarkan mani.

Bagi pasangan yang melakukan hubungan intim di malam hari dan masih dalam keadaan junub hingga waktu fajar telah masuk, maka puasanya tetap sah (tidak batal). Namun diharuskan untuk segera mandi wajib dan menyempurnakan puasa.

Mengeluarkan mani dengan sengaja

Yang dimaksud dengan mengeluarkan mani yaitu aktivitas yang disengaja dikerjakan untuk mengeluarkan mani tanpa melakukan hubungan badan. Seperti saling cumbu, onani dengan tangan sendiri atau bantuan istri, atau saling bersentuhan di kemaluan. Semua aktivitas ini membatalkan puasa, karena ada unsur kesengajaan.  Nabi SAW bersabda,

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى

“(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”[HR. Bukhari]. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum. [Syarhul Mumthi’, 3/52.]

Adapun jika sperma keluar bukan karena hal-hal di atas, seperti bermimpi, berfantasi (memkirkan sesuatu yang nikmat), atau melihat lawan jenis yang menarik, atau hal lainnya tanpa menyentuh kemaluan, maka puasanya tidak batal. Karena Ia tidak berusaha mengeluarkan sperma dengan sengaja melalui kemaluan.

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbayang dalam hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya”[HR. Bukhari & HR. Muslim]

Memasukkan Sesuatu ke dalam anggota tubuh

Memasukkan sesuatu yang di maksud di sini adalah segala sesuatu bisa ditangkap oleh indra manusia normal, besar ataupun kecil, meskipun benda tersebut tidak untuk dimakan, seperti benang dan jarum.

Bagian anggota tubuh yaitu bagian terbuka (berlubang) pada organ badan seperti mulut, kedua lobang hidung, kedua lobang telinga, qubul (kemaluan), dubur (anus), dll. Berbeda jika benda yang masuk ke dalam anggota tubuh tidak melalui lobang yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dll.

Syarat sesuatu yang masuk ke dalam anggota tubuh dapat membatalkan puasa bila dilakukan dengna sengaja, bukan karena terpaksa (tidak bisa dihindari), seperti debu atau lalat yang masuk tanpa disadari.

Keluarnya darah haidh dan nifas pada wanita

Jika seorang perempuan di pagi hari dalam keadaan suci, kemudian di siang hari Ia mulai haid atau nifas, maka puasanya langsung batal. Perempuan tersebut tidak lagi menjadi mukallaf (terbebani) untuk berpuasa, karena diantara syarat sahnya puasa adalah bersih dari haid dan nifas.

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ. قُلْنَ بَلَى. قَالَ  فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا

“Bukankah kalau wanita tersebut haidh, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.” [HR. Bukhari]

Jika wanita haidh dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” [HR. Muslim: 335] Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas wajib mengqodho’ puasanya ketika ia suci. [Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9917.]

Gila & Keluar dari Islam

Apabila seseorang hilang akal, gila, atau keluar dari islam di siang hari ramadhan, maka puasanya batal. Karena salah satu syarat menjalankan ibadah puasa adalah dalah berakal dan beragama islam. Sedangkan kedua syarat itu; berakal dan dalam keadaan islam tidak terpenuhi oleh seorang yang gila dan seorang yang murtad.

Muntah dengan Sengaja

Jika seseorang memasukkan tangan atau memasukkan sesuatu ke dalam kerongkongan yang menyebabkan perasaan mual dan muntah, maka puasanya batal.

Jika tidak disengaja, tapi ia tidak sanggup menahan muntah; karena pusing, karena kecapean, karena bau yang tidak menyenangkan, karena perjalanan, dan lain sebagainya maka puasanya tetap sah (tidak batal).

َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله تعالى عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلا قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ

“Orang-orang yang tidak sanggup menahan muntahan, maka ia tidak wajib mengqadha puasanya dan orang –orang yang sengaja menyebabkan muntah, maka ia mesti mengqadha puasanya.” [HR. Abu Daud]

Hal-hal yang Tidak Membatalkan Puasa Beserta Dalil Penjelasannya

Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan bukan memberikan kesulitan bagi hamba-Nya. Dalam perihal puasa, Allah SWT juga menginginkan demikian dan ingin menghilangkan kesulitan dari hamba-Nya. Berikut ini adalah beberapa hal yang dibolehkan dalam puasa ramadhan:

Makan dan minum karena lupa

Apabila ada yang makan dan minum karena lupa (tanpa sengaja), maka puasanya tidak batal. Berdasarkan hadits dari Abi Hurairah Ra.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jika seseorang lupa lalu dia makan dan minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah dia meneruskan puasanya karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum” [HR. Bukhari].

Seolah-olah Allah telah memberinya rizki di bulan Ramadhan kepada orang yang berpuasa. Ini disebutkan secara redaksional pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

Mandi & menyiramkan air di kepala

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ

“Sungguh, aku melihat Rasulullah SAW di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” [HR. Abu Daud]

Hadits di atas menunjukkan kebolehan menyegarkan badan saat berpuasa bilama kondisi cuaca cukup panas.

Junub saat Fajar

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

“Nabi SAW pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau SAW mandi dan tetap berpuasa.”[HR. Bukhari]

Bersiwak Saat Puasa

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu.” [HR. Bukhari & HR. Ibnu Khuzaimah]

Menurut ibnu Taimiyah, “Siwak (saat berpuasa) diperbolehkan tanpa perselisihan ulama di dalamnya. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang kemakruhan siwak saat dilakukan setelah matahari tergelincir ke barat. Terdapat dua pendapat dari Imam Ahmad terkait hal ini. Namun yang benar tidak ada satupun dalil syari’i yang menjelaskan secara khusus bahwa hal itu dimakruhkan, pada ada banyak dalil umum yang membolehkan untuk bersiwak.” [Majmu’ Al Fatawa, 25/266.]

Bercelak & tetes mata

لَا بَأْس بِالْكُحْلِ لِلصَّائِمِ

“Tidak mengapa bercelak untuk orang yang berpuasa.” [HR. Abdur Rozaq]

Berkumur-kumur & beristinsyaq

Berdasarkan kesepakatan para ulama, berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan saat sedang berpuasa namun tidak boleh berlebih-lebihan, karena Nabi SAW pun melakukan hal demikian. [Majmu’ Al Fatawa, 25/266.]

وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمً

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.” [HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa’i, daan Ibnu Majah]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ

Dari Ibnu ‘Abbas RA berkata bahwa Nabi SAW berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. [HR. Bukhari]

Donor Darah & Bekam

يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

Anas bin Malik RA ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” [HR. Bukhari]

Catatan: Bekam dan donor darah yang dibolehkan yaitu bila tidak menimbulkan perasaan lemah. Karena dikhawatirkan akan berpengaruh pada pelaksanaan puasa yang membutuhkan tenaga.

Menelan Dahak

Menelan dahak tidak membatalkan puasa karena ia dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar.

Catatan: Dahak yang ditelan belum keluar dari mulut

Mencicipi Makanan

لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.” [HR. Ibnu Abi Syaibah]

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa mencicipi makanan dimakruhkan jika tidak ada hajat, namun tidak membatalkan puasa. Sedangkan jika ada hajat, maka dibolehkan sebagaimana berkumur-kumur ketika berpuasa. [Majmu’ Al Fatawa, 25/266-267]

Terkait penjelasan lengkap mengenai permaslahan puasa di atas, telah kami rangkum jawabannya di halaman 30+ Pertanyaan dan Jawaban Seputar Permasalah Puasa Ramadhan yang berkembang di masyarakat.

Bagaiamakah Jika Puasa Saya Batal Dengan Sengaja?

بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ أَتَانِي رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبُعَيْ فَأَتَيَا بِيْ جَبَلاً وَ عرًّا فَقَالاَ : اصْعُدْ ، فَقُلْتُ : إِنِّيْ لاَ أُطِيْقُهُ فَقَالاَ :سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعَدْتُ حَنَّى إِذَا كُنْتُ فِيْ سَوَادِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ قُلْتُ : مًا هَذِهِ اْلأًصْوَاتِ ؟ قَالُوْا : هَذَا عوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ انْطَلَقَ بِيْ فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِيْنَ بِعُرَاقِيْبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ ، تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ : قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تِحْلَةِ صَوْمِهِمْ

“Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dua lenganku dan membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata : “Naik”, aku katakan : “aku tidak sanggup”, keduanya berkata : “kami akan memudahkanmu”, akupun naik hingga ketika sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya : “Suara apakah ini ?” Mereka berkata : “Ini adalah teriakan penghuni neraka”, kemudian keduanya membawaku, ketika aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak / robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya : Siapakah mereka ?” Keduanya menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka”. [HR. An Nasa’i, Ibnu Hibban, Al Hakim]

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *