Fungsi Zakat dalam Islam – Aturan zakat tdak hanya bertujuan untuk mengumpulkan harta dan memenuhi kas saja, dan bukan pula sekedar untuk menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan serta menolong mereka dari kejatuhannya saja, akan tetapi tujuan zakat yang utama adalah agar manusia lebih tinggi nilainya daari pada harta, sehingga ia menjadi tuannya harta bukan menjadi budaknya. Karenanya, maka kepentingan tujuan zakat bagi pemberi sama dengan kepentingannya bagi penerima.
Al-Qur’an telah membuat ibarat tentang tujuan zakat, dihubungkan dengan orang-orang kaya yang diambil dari padanya zakat, yaitu disimpulkan pada dua kalimat yang terdiri dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuannya yang agung.
Dua kalimat tersebut adalah tathir/membersihkan dan tazkiyah/mensucikan yang keduanya terdapat dalam firman Allah: Ambillah olehmu dari harta mereka sedekah yang membersihkan dan mensucikan mereka. Keduanya meliputi segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik material maupun sepiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan kekayaannya.
Jadi secara garis besar, zakat baik secara pemungutan maupun penggunannya adalah bertujuan untuk merealisasikan fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan fungsi psikologis, selain untuk bertujuan ibadah kepada Allah. Karena yang diharapkan oleh orang yang menunaikan zakat adalah pahala dari sisi Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Firman Allah dalam Q.S. Ar-Rum: 30: 39.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Ar- Ruum: 39)
Fungsi Zakat dalam Bidang Sosial
Dengan pelaksanaan yang baik dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan Allah dalam al-Qur’an, maka fungsi sosial zakat adalah sebagai berikut:
Zakat berfungsi sebagai suatu sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok individu, memberantas kemelaratan dan menyia-nyiakan sesama orang Islam.
Sebagai pelunak hati dan alat penyebaran Islam. Ini terlihat pada pemberian zakat salah satunya diberikan kepada muallaf yang dibujuk hatinya agar tetap teguh dalam ke-Islaman.
Zakat merupakan suatu sarana untuk memperbesar volume harta yang disediakan buat memberi jaminan sosial dalam hutang piutang dan merupakan payung pelindung bagi orang-orang yang terjerat dalam hutang. Ini tampak pada diberikannya zakat kepada ghorimin (orang yang berhutang).
Fungsi Zakat dalam Bidang Ekonomi
Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata uang. Di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Firman Allah SWT:
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (Q.S At-Taubah: 34)
Tentu tidaklah cukup dengan sekedar ancaman yang berat ini. Akan tetapi Islam mengumumkan perang dalam praktek terhadap usaha penumpukan dan membuat garis yang tegas dan bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas dan simpanan, hal ini tercermin ketika Islam mewajibkan setengah dari kekayaan uang, apakah diusahakan, diasalkan dan dikembangkan sehingga tidak habis dimakan waktu. Secara rinci fungsi ekonomi dari zakat dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pelaksanaan zakat erat hubungannya dengan suatu ekonomi karena ia mendorong kehidupan ekoniomi hingga tercipta padanya pengaruh-pengaruh agar orang-orang dapat menunaikan zakat.
Dalam sistem perekonomian Islam uang itu tidak akan mempunyai kebaikan dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioprasikan, tetapi ia harus terpotong oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan khaulnya sedangkan Islam mengharamkan riba. Karena itulah ekonomi Islam yang berlandaskan pada pengarahan zakat akan memberi dorongan terhadap terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pada umumnya harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai sifat berkembang atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil pertumbuhannya, bukan dari modalnya. Dengan demikian harta itu akan tetap sehat, masyarakatpun sehat dan ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan pesat dan seproduktif mungkin.
Fungsi Zakat secara Psikologis
Kewajiban membayar zakat merupakan konsep Islam dalam pengentasan kemiskinan, solidaritas dan kepedulian sosial. Dengan demikian konflik psikososial berupa kesenjangan dan kecemburuan sosial dapat dicegah.
Zakat tidak lain juga merupakan latihan bagi seorang muslim untuk membelaskasihi orang-orang miskin dan mengulurkan tangan dan bantuan kepada mereka guna memenuhi kebutuhan mereka.
Selain itu zakat juga menguatkan pada diri seorang muslim perasaan partisipasi intuitif dengan kaum miskin, membangkitkan perasaan tanggung jawab atas diri mereka. Lebih jauh lagi zakat mengajari seseorang muslim untuk mencintai orang lain dan membebaskannya dari egoisme, cinta diri, kekikiran dan ketamakan.
Menurut Sudarsono, dalam bukunya Sepuluh Aspek Agama Islam, adalah sebagai berikut:
- Pertama, mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan membayarkan amanah kepada orang yang berhak dan berkepentingan, juga membersihkan diri dari bersifat kikir dan akhlak yang tercela.
- Kedua, Membiarkan pertolongan kepada orang yang lemah dan orang yang susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat).
- Ketiga, Ucapan rasa syukur dan terima kasih atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya.
- Keempat, Menjaga niat jahat yang dilakukan oleh si miskin dan yang susah.
- Kelima, Mempererat hubungan kasih sayang antara si miskin dan si kaya.
Daftar Rujukan
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1996.
Dr. Syauqi Ismailsyahhatih, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Alih bahasa: Anshori Umar Sitanggal, Pustaka Dian dan Antar Kota, Jakarta, 1987.
Prof. R.H.A. Soenarjo S.H., Al-Qur’an dan Tarjamahnya, CV Toha Putra, Semarang, 1989.
Dr. M. Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Pustaka, Bandung, 1985.