Zakat Perdagangan (perniagaan) – Yang dimaksud dengan harta perdagangan adalah semua bentuk harta yang diproduksi untuk dijualbelikan dengan bermacam-macam cara dan membawa kenaikan dan manfaat bagi manusia.[1] Adapun dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat pada harta perdagangan adalah firman Allah:
ياأيهاالذّين امنواأنفقوامن طيّبات ماكسبتم وممّاأخرجنالكم من الأرض [2
Ayat ini mengandung makna bahwa wajib bagi semua harta yang dipergunakan dalam usaha kerja yang produktif untuk dikeluarkan zakatnya. Demikian pendapat Iman Abu
Bakar Ibn Arabi dalam Ahkām al-Qur’ānnya, juga Imam al-Razi yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawi.[3]
Pendapat mereka diperkuat lagi dengan hadis Nabi saw sebagai berikut:
كان يأمرناان نخرج الصّدقة من الّذي نعدّللبيع [4
Mengenai zakat tijarah ini, ulama zahiriyyah berbeda pendapat, bahwa tidak wajib dikeluarkan zakatnya atas harta perdagangan.[5] Adapun syarat harta benda menjadi tijarah menurut Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnahnya ada dua macam syarat, yaitu:
- Hendaklah dimiliki secara nyata seperti dari jual beli
- Hendaklah ketika dimiliki itu diniatkan untuk diperdagangan[6]
Disamping kedua syarat tersebut, harta perdagangan itu juga harus mencapai nisab dan haul. Adapun nisabnya adalah seharga 20 misqal emas atau 94 gram emas murni, sedangkan kadar zakatnya adalah 2,5%.[7]
Adapun cara mengeluarkan zakat barang dagangan tersebut menurut Maimun bin Mihram, Hasan al-Basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawī dalam bukunya Fiqh
az-Zakāh adalah sebagi berikut: apabila sudah tiba waktu untuk mengeluarkan zakat, hitunglah berapa jumlah uang kontan yang ada, barang yang ada dan hitunglah nilai barang itu secara piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah hutangnya, baru dikeluarkan zakatnya.
Catatan Kaki
[1] Djamaluddin Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan Zakat, cet. Ke-2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), hlm. 115.
[2] Al-Baqarah (2): 167.
[3] Yūsuf al- Qaradawī, Fiqh az-Zakāh, I: 315
[4] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd, Kitab az-Zakāh, Bab al-‘urud Iża kāna li at-tijārah, II: 95, Hadis no. 1562 Hadis dari samurah bin jundab ra.
[5] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, I: 346.
[6] Syechul Hadi Purmono, Sumber-sumber Penggalian Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hlm. 133.
[7] Yusuf al-Qaradawi, Ibid, I: 322-323.