zakatfitrah

Kata zakat secara etimologi (asal kata) berarti suci, berkembang dan barokah. Beberapa arti ini memang sangat sesuai dengan hikmah zakat dalam kehidupan, zakat berarti suci karena zakat dapat mensucikan pemilik harta dari sifat kikir, tamak dan bakhil. Zakat diartikan berkah karena akan memberikan keberkahan dalam harta dan kehidupan seseorang.

Zakat menurut syara’ ialah pemberian yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, pada waktu tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya. Dalam al-Fiqh al-Islami Adilatuh karya Wahbah al-Zuhayly memaparkan definisi zakat yang berbeda dari empat madzhab, namun dari definisi para imam madzhab memiliki esensi yang tetap sama.

Madzhab Maliki, dalam madzhab Maliki zakat adalah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang mencapai nishab,kepada orang yang berhak menerimanya, kepemilikan penuh yang sudah mencapai satu tahun (haul) 5 dan bukan barang tambang dan barang pertanian.

Madzhab Hanafi, mendefinisikan zakat dengan “Menjadikan sebagian harta yang khusus (tertentu) dari harta yang khusus (tertentu) sebagai milik orang yang khusus (tertentu), yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT”.

Madzhab Syafi’i, mengartikan zakat sebagai sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara yang khusus. Madzhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta tertentu untuk kelompok tertentu pula.

Meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda akan tetapi pada prinsipnya tetap sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yan berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.

Dalam Al-Quran ada beberapa istilah yang digunakan untuk zakat yaitu shadaqah dan infaq. Shadaqah adalah pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah ( haul dan nisab) sebagai Haul mempunyai dua pengertian, pertama ialah jangka waktu satu tahunsebagai salah satu syarat untuk beberapa jeniskekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kedua, upacara memperingati ulang tahun wafatnya seorang tokoh agama Islam dengan menziarahi kuburnya. Jadi istilah haul yang berhubungan dengan hal di atas adalah haul dengan pengertian yang pertama (Ensiklopedia Islam di Indonesia, Jakarta : Departemen Agama R.I, 1993, hlm 356)

Kebaikan dengan mengharap ridha Allah Swt. Infaq adalah memberikan rizki kepada oranglain berdasarkan ikhlas dan karena Allah Swt.7 Perbedaan antara zakat, shadaqah dan infaq dinilai dari hukum dan waktu pengeluarannya yaitu bahwa zakat ada batasan dan musiman sedangkan shadaqah dan infaq diberikan bisa terus menerus tanpa batas bergantung keadaan. Namun jika di pandang dari segi hukum antara zakat, shadaqah dan infaq berbeda.

Zakat secara umum terbagi menjadi dua bagian. pertama zakat harta atau biasa disebut zakat mal yaitu zakat yang dikeluarkan atas harta yang dimiliki seseorang atau lembaga dengan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan secara hokum syara’. Kedua adalah zakat nafs atau zakat fitrah yaitu zakat yang diberikan berkenaan dengan telah selesai mengerjakan puasa.

Zakat fitrah terdiri dari dua kata, yaitu zakat dan fitrah. Zakat fitrah ialah zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim disebabkan berakhirnya puasa pada bulan ramadhan. zakat fitrah hanyalah istilah yang ada di Indonesia dalam menyebut zakatul fithri, adapun dalam kajian fiqih klasik zakat fitrah disebut zakatul fithri. Arti al-fithri adalah berbuka puasa, dengan demikian zakatul fithri adalah zakat yang wajib dikeluarkan bertepatan dengan hari raya berbuka puasa.

Secara istilah, yang dimaksud zakat fitrah adalah: “Zakat yang wajib karena berbukanya di bulan ramadhan”.

Menurut Hasan Ayyub zakat fitrah dan sedekah fitrah itu mempunyai arti yang sama, karena zakat atau sedekah tersebut dikeluarkan setelah selesai dari melaksanakan puasa Ramadhan

Dasar Hukum Zakat Fitrah

Dasar hokum mengeluarkan zakat terdapat dalam nash al-Quran dan Hadist. Hal ini akan diketahui dengan jelas dan tegas hukum mengeluarkan zakat agar tidak terjadi penyelewengan atau penyimpangan dalam pelaksanaannya. Firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah ayat 110: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”

Ayat diatas perintah diwajibkannya seseorang mengeluarkan zakat untuk membersihkan jiwa dari kikir, tamak dan bakhil dan membersihkan jiwa dari orang-orang yang fakir dan miskin agar tidak dengki dan iri hati.

Zakat fitrah di syariatkan pada tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan Ramadhan. Adapun yang menjadi dasar pelaksanaan zakat fitrah adalah hadits Rasulullah SAW:

“Diceritakaan kepada kita Abdullah Ibnu Maslamah Ibnu Qo’nab dan Qutaibah Ibnu Said keduanya berkata : diceritakan kepada kita Malik dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya berkata: saya telah membaca dihadapan Malik dari Nafi’, dari Ibn Umar sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajiban zakat fitrah dari ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada orang merdeka dan hamba, laki-laki dan wanita, dari kalangan kaum muslimin”

Jumhur ulama sepakat bahwasannya zakat fitrah wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, menurut imam Hanafi zakat fitrah bersifat wajib karena perintah zakat ditetapkan dengan dalil zanni, begitu juga imam Maliki, imam Syafi’i dan imam Ahmad mengatakan bahwa zakat fitrah itu hukumnya wajib. Namun menurut Ibnu Lubban zakat fitrah adalah sunnah muakkad.

Perintah zakat diturunkan pada tahun kedua Hijriyah, pada waktu itu Rasulullah SAW mengutus orang-orang untuk memungut dan mengumpulkan zakat, kemudian membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerima harta zakat tersebut. Namun sebelumnya Islam pada masa sebelum Hijriyah atau sebelum Rasulullah Saw melakukan hijrah sudah menanamkan mental kewajiban menunaikan zakat sebagaimana yang terdapat dalam QS al-Rum ayat 38:

“Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang- orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orang-orang beruntung”.

Ayat ini diturunkan di Makkah yang masih berbentuk khabariyah (berita) dimana perintah zakat belum diwajibkan tetapi Islam sudah menanamn mental untuk kewajiban zakat pada Rasulullah dan para sahabatnya.

Waktu dan Kadar Pembayaran Zakat Fitrah

Banyak pendapat ulama mengenai waktunya untuk mengeluarkan zakat fitrah, menurut ulama-ulama dari madzhab Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa zakat fitrah wajib dibayar begitu matahari terbit pada hari raya Idul Fitri, sedangkan menurut dari kalangan madzhab Syafi’I dan Ahmad zakat fitrah wajib dikeluarkan begitu matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.

Sedangkan batas waktunya zakat fitrah ditunaikan sebelum berangkat menjalankan sholat Idul Fitri, karena hal itu biasa dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Berdasakan hadits Ibnu Umar:

“Diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Muhammad Ibnu Sakan diceritakan Muhammad Ibnu Jahdhom diceritakan Ismail Ibnu Ja’far dari Umar Ibnu Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar R.A. berkata Rasulullah mewajibkan zakat fitrh satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum terhadap hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perampuan dan anak-anak dan dewasa dari kaum muslimin dan diperintahkannya agar mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat”.

Berdasarkan hadits ini, makruh hukumnya mengeluarkan zakat fitrah sesudah sholat Idul fitri. Selain hadits tadi, juga berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang menyatakan: Diceritakan kepada kita Mahmud Ibnu Kholid Ad-Dimsaqi dan Abdullah Ibnu Abdur Rohman As-Samarkhandi. Keduanya berkata : Marwan menceritakan, Abdullah berkata : Abu Yazid Al-Khulani bercerita, dan Syekh yang dapat dipercaya dan ibnu Wahab meriwayatkan darinya, Sayar Ibnu Abdur Rohman bercerita, Mahmud berkata : benar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia dan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa membayarkannya sebelum shalat (Hari Raya) maka itu adalah zakat (fitri) yang diterima, dan barang siapa membayarkannya setelah shalat maka itu hanyalah berupa sedekah dari sedekah (biasa)”.

Menurut Hasby Ash-Shidieqy bila dilihat dari arti dari zakatul fitri (zakat yang diberikan karena berbuka atau selesainya puasa) dikeluarkan mulai dari terbenam matahari dipetang pada malam hari raya atau akhir Ramadhan sampai berakhir sembahyang hari raya, dan jika dikeluarkan diluar itu maka pemberiannya dianggap sebagai sedekah.

Dalam kadar berapa zakat fitrah harus dikeluarkan, para ulama sepakat bahwa zakat fitrah tidak boleh kurang dari 1 sha’, makanan pokok. Akan tetapi Abu Hanifah membolehkan membayar zakat fitrah dengan ½ sha’. Perbedaan ini dikarenakan masing-masing dari mereka mempunyai dasar tersendiri untuk ukuran mengeluarkan zakat fitrah.

Orang-Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib bagi kaum muslim, baik laki-laki, wanita, merdeka maupun hamba sahaya. hal ini berdasarkan sebuah hadits riwayat Ibnu Umar yakni: “Diceritakaan kepada kita Abdullah Ibnu Maslamah Ibnu Qo’nab dan Qutaibah Ibnu Said keduanya berkata: diceritakan kepada kita Malik dan diceritakan kepada kita Yahya Ibnu Yahya berkata : saya telah membaca dihadapan Malik dari Nafi’, dari Ibn Umar sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajiban zakat fitri dari ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada orang merdeka dan hamba, laki-laki dan wanita, dari kalangan kaum muslimin”

Selain kewajiban akan zakat fitrah hadits tersebut juga menyebutkan kadar dan jenis barang yang harus dikeluarkan adalah 1 sha’. Sedangkan jenis harta yang dikeluarkan adalah sesuatu yang menjadi makanan pokok pada suatu negeri pada umumnya, baik berupa gandum, beras, kurma serta makanan-makanan lain yang menjadi makanan pokok dari sebuah negeri.

Menurut Muhammad Jawad Mughniyah menerangkan lebih jauh lagi. Baligh yaitu jika mereka (anak-anak) telah berkewajiban shalat, maka zakat pun wajib atas mereka. Sedangkan bagi orang gila (tidak berakal) disamakan kedudukannya dengan anak kecil yang tidak mempunyai kewajiban. Meskipun persamaan keduanya tidak dapat disandarkan pada sebuah dalil yang kuat untuk menyamakan. Sementara itu, harta diisyaratkan hak penuh muzaki, yakni harta tersebut benar- benar menjadi tanggung jawab atau hak milik muzaki secara keseluruhan. Sehingga bila harta itu masih dalam tangan orang lain, seperti digadaikan, disewakan, dan harta hutang.

Zakat fitrah diwajibkan bagi seseorang yang memenuhi beberapa syarat, yaitu :

  1. Islam.
  2. Lahir sebelum terbenamnya matahari pada hari berakhirnya bulan Ramadhan. Oleh karena itu anak yang lahir sesudah terbenamnya matahari tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
  3. Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, pada malam hari raya dan siang harinya. Oleh karena itu orang yang tidak mempunyai kelebihan harta tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

Dalam pembagian zakat fitrah, terdapat perbedaan dikalangan ‘ulama tentang siapa saja yang berhak menerima zakat fitrah. Ada tiga pendapat yang berbebeda dalam persoalan ini.

Pertama, Pendapat yang mewajibkan di bagikannya pada asnaf yang delapan secara merata. Pendapat ini berasal dari golongan Imam Syafi’i, mereka berpendapat bahwa wajib menyerahkan zakat fitrah kepada golongan yang tercantum dalam surat At Taubah ayat 60.

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Ayat tersebut menisbatkan bahwa kepemilikan semua zakat oleh kelompok-kelompok itu dinyatakan dengan pemakaian huruf “lam” yang dipakai untuk menyatakan kepemilikan, kemudian masing-masing kelompok memiliki hak yang sama karena di hubungkan dengan huruf “wawu” yang menghubungkan kesamaan. Oleh karena itu, semua bentuk zakat adalah milik semua kelompok itu, dengan hak yang sama.

Dalam QS at-Taubah ayat 60 di atas Allah SWT menyebutkan ada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat. Delapan golongan tersebut yang dimaksud adalah:

  1. Fakir (Al-Fuqara’)

Fakir merupakan kelompok pertama yang mendapatkan bagian zakat. Fakir berarti orang melarat yang sengsara dalam hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

Menurut imam Hanafi, orang fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari nisab,sekalipun dia sehat dan mempunyai pekerjaan. Menurut Imamiyah dan imam Maliki, orang fakir adalah orang yang tidak memiliki bekal belanja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya dalam setahun. Sedangkan menurut imam Syafi’i dan imam Hambali orang fakir adalah orang yang tidak memiliki separoh dari kebutuhannya.

  1. Miskin

Miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya.

Menurut imam Syafi’i, imam Hambali, imam Malik yang disebut miskin ialah yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tapi tak semuanya tercukupi.

Seperti yang disebutkan diatas dalam QS at-Taubah ayat 60 golongan pertama dan kedua adalah fakir dan miskin, ini menunjukan sasaran zakat adalah hendak menghapus kemiskinan dalam Islam.

Menurut Imamiyah, Hanafi dan Maliki, orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang fakir. Menurut Hambali dan Syafi’i, orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya, sedangkan orang miskin ialah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi dipenuhi dengan zakat.

Menurut mazhab Hanafi, bahwa golongan mustahik zakat dalam arti fakir dan miskin yaitu:

  • yang tidak memiliki apa-apa.
  • yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebih-lebihan.
  • yang memiliki mata uang kurang dari satu nisab.
  • yang memiliki dari niṣab selain mata uang, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tak sampai dua ratus dirham.
  1. ‘Amilin (panitia zakat/pengurus zakat)

Amil ialah orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat. Pengurus zakat adalah orang-orang yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpulan sampai kepada pembagiannya.

Para panitia zakat (amil) mempunyai tugas dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengaturan zakat, di mana mereka harus mensensus orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya serta besar harta yang harus dikeluarkan oleh muzaki, dan dapat mengetahui siapa saja yang menjadi mustahik zakat, seperti berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.

Perhatian al-Qur’an yang dengan tegas terhadap kelompok ini dan memasukkannya kedalam kelompok mustahik yang delapan, setelah fakir dan miskin sebagai sasaran zakat pertama dan utama, menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang. Tetapi juga merupakan salah satu tugas dari tugas-tugas pemerintah untuk mengaturnya, dan memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

Adapun bagian yang diberikan kepada para ‘amilin dikategorikan sebagai upah dari kerja yang dilakukannya. Amil masih diberi zakat meskipun dia termasuk orang kaya, Seorang amil hendaknya memenuhi syarat karena merekalah berhubungan pengelolaan zakat agar zakat sesuai dengan tujuannya, syarat-syarat amil yaitu:

  • Seorang muslim, seorang amil hendaknya seorang muslim karena zakat adalah urusan orang muslim. Akan tetapi, menurut Yusuf Qardhawi urusan tersebut dapat dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dalam pemungutan, pembagian. Seperti penjagaan gudang dan sopir.
  • Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat pikirannya.
  • Jujur (dapat memegang amanah).
  • Memahami hukum-hukum zakat.
  • Kemampuan untuk melaksanakan tugas.
  • Laki-laki.
  • Merdeka.
  1. Muallaf (yang di bujuk hatinya)

Para Muallaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang dari kaum kafir atau dari kaum muslimin yang diberi zakat bukan karena dia itu miskin, melainkan supaya orang-orang itu tertarik dengan Islam. Fuqoha membagi muallaf ini kepada dua golongan :

Yang masih kafir

Pertama, kafir yang diharap akan beriman dengan diberikan pertolongan, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad Saw terhadap Shafwan Ibnu Umaiyah, yang dengan pertolongan Nabi Muhammad Saw memeluk Islam. Kemudian Nabi Muhammad Saw memberikan 100 ekor unta kepada Shafwan.

Kedua, kafir yang ditakuti berbuat jahat kepadanya diberikan hak muallaf untuk menolak kejahatannya. Kata Ibnu Abbas:”ada segolongan manusia apabila mendapat pemberian dari Nabi, mereka memuji-muji Islam dan apabila tidak mendapat pemberian, mereka mencaci maki dan memburukkan Islam.”

Yang telah masuk agama Islam.

Pertama, orang yang masih lemah imannya, yang diharap dengan pemberian itu imannya menjadi teguh. Kedua, pemuka-pemuka yang menjadi kerabat yang sebanding dengan dia yang masih kafir. Ketiga, orang Islam yang berkediaman di perbatasan agar mereka tetap membela isi negeri dari serangan musuh Keempat, orang yang diperlukan untuk menarik zakat dari mereka yang tidak mau mengeluarkannya tanpa perantaraannya orang tersebut.

Para ulama madzhab berbeda pendapat mengenai hukum terhadap golongan muallaf, apakah masih berlaku atau sudah di mansukh. Menurut imam Hanafi hukum ini berlaku pada masa permulaan Islam, karena lemahnya kaum muslimin. Kalau dalam situasi saat ini di mana Islam sudah kuat, maka hilanglah hukumnya karena sebab-sebab tidak ada.

Berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain mengatakan bahwa hokum muallaf itu tidak di nasakh, sekalipun bagian muallaf diberikan kepada muslim dan non-muslim dengan syarat bagian zakat itu dapat memberikan kemaslakhatan umat.

  1. Riqab

Riqab adalah budak muslim (al-mukatab) yang telah membuat perjanjian dengan tuannya yang telah dijanjikan mereka bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan.

Menurut jumhur ulama bagian ini diserahkan untuk memerdekakan budak yang telah mengadakan perjanjian dengan tuannya, kemudian baru untuk budak biasa. Akan tetapi, berbeda dengan ulama dari madzhab Maliki. Menurut mereka harta zakat itu berhak untuk budak secara umum karena mereka tidak membedakan antara budak mukattab dan budak biasa.

  1. Ghorim

Gharim adalah orang yang terhimpit oleh hutang, demi kebutuhan yang bersifat pribadi atau karena alasan yang bersifat sosial, sementara tidak ada harta untuk pengembalian hutang tersebut.

Bagian zakat hanya mereka yang berhutang untuk kemaslahatan diri, bila mereka sendiri telah fakir atau telah jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya. Sedangkan jika berhutang karena kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dari bagian ini untuk membayar hutangnya meskipun ia orang kaya.

  1. Fi sabilillah

Berdasarkan riwayat yang shahih, yang dimaksud dengan Fi Sabilillah adalah semua jalan yang mengantarkan kepada Allah SWT. Termasuk Fi sabilillah ialah para ulama yang bertugas membina kaum muslimin dalam urusan-urusan agama. Mereka juga mendapatkan bagian zakat baik kaya maupun miskin.

Menurut pendapat sebagian ulama, fi sabilillah ialah sukarelawan dalam peperangan, yang pergi maju ke medan perang dengan tidak mendapatkan gaji. Menurut Ibnu Umar’ jalan Allah adalah mereka yang pergi mengerjakan haji dan umrah.

  1. Ibnu sabil

Ibnu sabil ialah Orang-orang yang sedang melakukan perjalanan untuk menambah pengetahuan, pengalaman, persahabatan. Golongan ini berhak menerima zakat, jika seorang sedang melakukan perjalanan dengan tujuan maksiat, maka haram baginya menerima zakat.

Mereka diberi bagian zakat sekedar untuk memenuhi kebutuhannya, ketika hendak pergi kenegerinya, walaupun dia memiliki harta. Hukum ini berlaku pula terhadap orang yang merencanakan perjalanan dari negerinya sedang dia tidak membawa bekal, maka dia dapat diberi dari harta zakat untuk memenuhi biaya pergi dan pulangnya.

Kedua, Pendapat yang mengkhususkan kepada golongan fakir, namun memperkenankan memberika zakat fitrah kepada golongan delapan sebagaimana yang tercantum dalam surat At Taubah. Karena zakat fitrah juga termasuk zakat, sehingga masuk pada keumuman zakat, yakni memberikan kepada asnaf delapan. Hal ini adalah pendapat jumhur ulama.

Ketiga, Pendapat yang mengkhususkan kepada golongan miskin saja. Bahwa zakat itu hanyalah diberikan kepada miskin saja. pendapat yang mewajibkan pemberian zakat fitrah dikhususkan kepada orang fakir saja, bukan kepada asnaf lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Malik, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, didukung oleh Ibnu Quyyim dan seorang gurunya, yaitu Qosim dan Abu Thalib. Pendapat mereka ini didasarkan pada hadits dengan berdasarkan sebuah hadits“zakat fitrah adalah untuk memberi makanan pada orang-orang miskin”.

Orang-Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat Fitrah.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas bahwa ada delapan golongan yang mendapatkan bagian zakat. Sedangkan golongan yang tidak mendapat bagian zakat ada lima golongan, yaitu :

  1. Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan. Sabda Rasulullah Saw : “Dari Abdullah Ibnu Umar dari Nabi Muhammad SAW : Tidak halal bagi orang kaya dan orang-orang yang mempunyai kekuatan tenaga mengambil sedekah (zakat).”
  2. Keturunan Rasulullah Saw. : “Diceritakan Abdullah Ibnu Mu’ad Al’anbari, Ayahku bercerita, diceritakan Syu’bah dari Muhammad (dia adalah Ibnu Ziyad) telah mendengar Abu Hurairah berkata :pada suatu hari Hasan Bin Ali (cucu Rasulullah SAW) telah mengambil sebuah kurma dari kurma zakat, lantas dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah SAW bersabda (kepada cucu beliau), jijik, jijik, buanglah kurma itu ! tidak tahukan kamu bahwa kita (keturunan muhammad) tidak boleh mengambil sedekah (zakat)”
  1. Orang dalam tanggungan yang berzakat, artinya orang yang berzakat tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang dalam tanggungannya dengan nama fakir atau miskin, sedangkan mereka mendapat nafkah yang mencukupi.
  2. Orang yang tidak beragama Islam.

Orang yang Meminta Zakat Tetapi Bukan Mustahik

Persoalan ini berkaitan dengan kelompok delapan yang berhak menerima zakat. Jika ada orang yang meminta zakat bagian zakat, tetapi panitia mengetahui orang itu tidak termasuk salah satu diantara delapan golongan, maka orang itu tidak dibolehkan mendapatkan zakat. Dan jika orang itu diketahui bahwa dia ternyata memiliki hak untuk mendapatkan zakat maka dia boleh mendapatkan zakat. Akan tetapi, jika orang itu belum diketahui identitasnya, orang semacam ini digolongkan menjadi dua macam yaitu Khafiyyah dan Jaliyyah.

Al-Khaffiy ialah ketidak jelasan kefakiran dan kemiskinan. Orang yang mengaku fakir atau miskin tidak perlu dimintai bukti karena sulit untuk mengetahui buktinya. Tetapi, jika kemudian diketahui bahwa dia memiliki harta kekayaan dan mengaku bahwa harta kekayaannya habis, maka pengakuan itu tidak dapat diterima kecuali dengan bukti.

Al-Jaliyy (yang sudah jelas kemiskinannya) digolongkan menjadi dua macam. Pertama, berhak dibayar tidak secara langsung, tetapi ditunda untuk beberapa waktu yaitu orang yang berperang diajalan Allah SWT dan orang yang sedang dalam perjalanan tanpa harus dimintai bukti, kedua golongan ini dibeerikan zakat atas pengakuannya dan jika kemudian kedua golongan ini tidak benar atas pengakuannya maka zakat yang sudah mereka terima harus diminta kembali. Dan kedua, kelompok yang menerima langsung bagiannya. Kelompok ini adalah kelompok delapan diluar dua kelompok diatas.

Hikmah dan Tujuan di Syariatkannya Zakat Fitrah

Zakat memiliki hikmah yang demikian besar dan mulia, baik bagi orang yang berzakat (muzaki) ataupun bagi penerimanya (mustahik) khususnya dalam zakat fitrah terdapat beberapa manfaat yang besar, sebagaimana arti zakat yang berarti suci zakat fitrah berfungsi sebagai mensucikan orang yang telah melakukan kesalahan seperti perbuatan dan perkataan yang kosong dan keji saat melakukan ibadah puasa.

Selain hikmah diatas bagi muzaki juga bisa untuk membersihkan jiwa dari segala penyakit berikut pengaruh-pengaruhnya. Seperti bakhil, kikir, dan sikap acuh atas penderitaan yang di alami oleh orang-orang yang perlu dibantu. Sedangkan manfaat bagi harta yang dizakati adalah untuk menyucikan harta.

Zakat pada Idul Fitri dapat membantu mencukupi kebutuhan orang fakir miskin yang hidupnya selalu menderita karena tidak bisa menikmati apa yang dirasakan oleh orang-orang kaya pada saat hari raya idul fitri. Kadang kala di dalam berpuasa orang-orang terjerumus dalam perbuatan dan omongan yang tidak bermanfaat, padahal dalam berpuasa tidk diizinkan lidahnya, matanya, tangannya, dan kakinya mengerjakan pekerjaan yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah Saw dan hikmah dari di syariatkannya zakat fitrah dihari raya untuk agar seluruh umat muslim baik yang kaya dan miskin merasakan kegimbaraan bersama.

Kesimpulannya hikmah zakat pada umumnya yang terkandung dalam pensyari’atannya ini adalah:

  • Menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.
  • Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.
  • Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil ia juga melatih seseorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan. Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada seseorang.

Hikmah di syariatkannya zakat fitrah secara khusus terdiri dari dua hal:

  • Berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan.
  • Berhubungan dengan masyarakat. Salah satu tujuan terpenting dalam zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat agar perekonomian di masyarakat dapat adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan yang miskin tidak semakin miskin.

Daftar Maraji’

AhmadAzhar Basyir, Hukum Zakat, Jakarta; Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, Yogyakarta; PT.Dhana Bakti Wakaf, 1995.

Wahbah az-Zuhayly. Al-Fiqh Al-Islami Adilatuh diterjemahkan oleh Agus Efendi dan Bahruddin Fannany dengan judul Zakat kajian dari berbagai madzhab, cet. ke-1 Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.

Nishab adalah mecapai kwantitas tertentu yang ditetapkan dengan hukum syara’ Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun ‘Hukum Zakat” Jakarta, PT. Litrea Antarnusa. 2011.

Chalid Fadhlullah, Mengenal Hukum ZIS dan Pengamalannya di DKI Jakarta, Jakarta; Bazis, 1993.

Suyitno, Hery J, Adib, Anatomi fiqh Zakat, Pustaka Pelajar; Yogyakarta, 2005.

http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Maal

T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat,Jakarta; P.T. Bulan Bintang 1984.

Fahrur Mu’is, Zakat A-Z Panduan Mudah, Lengkap dan Praktistentang Zakat.Solo: Tinta Medina, 2011.

Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Beirut : Darul Kutub Al-Arobi, 1973.

Hasan Ayyub, Fikih Ibadah bi Idalatiha fil Islam , diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq “Fikih Ibadah, jakarta, PT: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Mahmud Junus, Terjemah Al-Qur’an Al-Karim, Bandung ; Al-Ma’arif Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut :Juz II, Tth,

Ibnu rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun “ Bidayatul Mujtahid” Jakarta, PT.Pustaka Amani 2007.

Saleh Al-Fauzan, Fiqh sehari-hari, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie, Ahmad Ikhwan, Budiman M, Jakarta; Gema Insani, 2006.

Asinani, Zakat Produktif dalam Perspektif hukum Islam. Pustaka Pelajar; Bengkulu 2008.

Imam Bukhori, Shohih Bukhori, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, Tth.

Abu Daud. Sunan Abu Daud, Juz II, Dar Ibnu Hazm.

Satu sha’ yaitu 4 mud., atau 2,4 kilocram yang disesuaikan dengan makanan pokok negaranya, lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid:Analisa Fiqh Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani ,2007.

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh al-Imam Ja’far al-Shadiq :‘Ardh wa Istidlal, diterjemahkan oleh Masykur A.B, Fiqh Ja’fari, Afif M, Idrus, Cet. VI, Jakarta : PT. Lentera Basritama, 1997.

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994.

Zakarya Muhyiddin, Al-Majmu’ Jilid 6,Beirut :Darul Fikri, Tth.

Ensiklopedi Hukum Islam ed. Abdul Aziz Dahlan. P.T. Intermasa; Jakarta 1997.

Al-mukatab ialah budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan untuk dimerdekakan lihat Pedoman Zakat karya T. M. Hasbi Ash Shidieqy.

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2006.

Muhammad N Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir II, Jakarta; Gema Insani Press 1999.

Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi juz 3, Beirut, Libanon: Darul Fikr, Tth.

Sayid Sabiq “Fiqhus Sunnah”.diterjemahkan oleh Nor Hasandin Fikih Sunnah Jakarta: P.T. Pena Pundi Aksara 2006.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *