pengelola-zakat-amil-dan-manajemen-pemberdayaan-zakat-dalam-islam/

Tongkrongan Islami – Secara Umum Pada awal Islam manajemen zakat dikelolah oleh pemerintah. Sejarah mencatat bahwa  sejak  Rasulullah Saw melakukan migrasi atau hijrah dari Makah ke Madinah, beliau diposisikan sebagai Nabi dan Negarawan (The Prophet and Statesmen). Dengan demikian, keberadaan meliau selain sebagai pemimpin agama, juga sebagai pemimpin negara dan pemerinyah (Ahmad Rofiq, 2004: 298-299).

Manajemen disini diartikan sebagai: keseluruhan usaha yang dilakukan oleh pimpinan dalam mengerahkan, menggerakkan, dan megarahkan seluruh personel, sarana, dan fasilitas yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Dihubungkan dengan zakat, ia akan  berarti keseluruhan usaha uang dilakukan oleh pimpinan institusi zakat, untuk  mengatur mekanisme pengurusan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai fungsi dan tujuan (Musta’in, 2004: 6).

Untuk itu manajemen dapat didefinisikan sebagai aktivitas untuk mengatur kegunaan sumber daya bagi tercapainya tujuan organisasi secara efektif. Pimpinan yang mengatur aktivitas disebut manager (manajer) dan anggota yang terlibat dalam pelaksanaan disebut management staff (staf manajemen). Pencapai tujuan organisasi ditempuh melalului pemanfaatan sumber daya dan sasaran serta kerjasama sejumlah orang sebagai pelaksana (Zaini Muchtarom, 1997: 37).

Definisi manajemen yang lain mengatakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan serta mengawasi aktivitas-aktivitas sesuatu organisasi dalam rangka upaya mencapai suatu kordinator sumber-sumber daya manusia dan sumber- sumber daya alam dalam hal pencapaian sasaran secara efektif serta efisien (Winardi, 2000: 5).

Penerapan manajemen perlu didasari terlebih dahulu adanya kesadaran bersama bahwa  sudah saatnya umat Islam bersatu menggali potensi dana umat untuk dapat dikelola bersama secara produktif. Setelah adanya kebersamaan diperlukan konstruk baru  manajemen Badan Amil Zakat. Konsep yang sedang berlaku saat ini adalah sistem  manajemen terbentuk dari beberapa bagian utama yaitu :

  1. Merencanakan (planning)
  2. Mengomunikasikan (communicating)
  3. Mengkoordinasi (coordination)
  4. Memotivasi (motivating)
  5. Mengendalikan (controlling)
  6. Mengarahkan (directing)
  7. Memimpin (leading)

Paradigma manajemen ini dapat menjadi langkah  langkah yang baik dalam membentuk Lembaga Amil Zakat yang dipercaya. Artinya dari konsep dasar pengurus  BAZ adalah upaya  untuk sama-sama membuat lembaga tersebut mampu memperdayakan, sekaligus dapat bekerjasama, serta membimbing dan  mendukung  setiap langkah strategis penggunaan zakat, infaq dan shadaqah produktif (Suyitno, dkk, 2005: 145-156).

Amil zakat ialah: mereka yang diangkat oleh penguasa atau badan perkumpulan untuk mengurus zakat mereka itu. Badan amalah dibagi kepada empat bagian besar.

1. Jubah atau su’ah juga dinamakan Hasarah. Pekerjaannya mengumpulkan atau memungut zakat dan fitrah dari yang wajib mengeluarkannya. Dan masuk kedalamnya ru’ah (penggembala binatang zakat).

2. Khatabah dan masuk di dalamnya Hasabah. Yang mempunyai tugas mendaftarkan zakat yang diterima dan menghitung zakat atau fitrah.

3. Qasamah mempunyai tugas membagi dan menyampaikan zakat atau fitrah kepada orang yang berhak.

4. Khazanah dan disebut juga Hafadhah. Mempunyai tugas menjaga dan memelihara harta zakat atau fitrah yang telah dikumpulkan.

Adapun yang mengawasi dan mengendalikan pekerjaan mereka adalah penguasa, wakilnya atau badan yang mengangkat badan itu. Dalam organisasi ini terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana. Unsur pertimbangan dan pertimbangan terdiri dari para ulama’, kaum cendekiawan, tokoh masyarakat dan wakil pemerintah. Unsur pelaksana terdiri dari unit administrasi, unit pengumpul, unit pendistribusi dan unit lain sesuai kebutuhan.

Manajemen Pemberdayaan Zakat Dalam Islam

Zakat merupakan potensi sosio- ekonomi masyarakat Islam yang cukup menjanjikan. Sehingga, zakat harus diberdayakan secara optimal untuk menjaga misi utama zakat yaitu mengentas kemiskinan.

Paling tidak ada tiga proses dalam aktivitas manajemen pemberdayaan zakat yang telah digariskan oleh Islam dan telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan penerusnya yakni para sahabat. Tiga proses tersebut meliputi:

Penghimpunan Harta Zakat

Proses pertama dalam manajemen zakat adalah aktifitas penghimpunan. Aktivitas penghimpunan ini dilakukan oleh para pengurus zakat yang khazanah Islam dikenal dengan sebutan amil, sebagaimana dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu untuk orang-orang fakir, orang- orang yang miskin, pengurus-pengurus zakat” (Q.S. At- Taubah:60)Dari keterangan ayat diatas jelas bahwa harus ada lembaga atau badan yang menangani masalah zakat yang sering disebut amil. Sementara dalam ayat yang lainnya surat At-Taubah ayat 103 Allah. SWT berfirman:

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka” (Q.S. at-Taubah: 103)

Dengan demikian pemerintah berkewajiban memungut zakat baik dilakukan sendiri maupun diwakilkan oleh lembaga amil zakat. Sebagaimana Nabi telah menunjuk beberapa sahabat untuk menjadi petugas pemungut zakat. Hadits Nabi SAW:

Artinya: “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah SWT telah mewajibkan dari sebagian harta-harta mereka untuk disedekahkan, diambil dari orang-orang kaya mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir mereka.” (H.R. Bukhori)

Menurut Syekh Hafiz Ibnu Hajar sebagaimana dikutip Yusuf Qardawi, hadits ini bisa dijadikan alasan yang kuat bahwa penguasa adalah orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan mengelola serta mendayagunakan zakat, baik ia sendiri secara langsung atau wakilnya (membentuk amil).

Dalam keterangan yang lain juga diketahui bahwa Nabi pernah mengutus sahabat untuk menjadi petugas zakat antara lain, Ibnu Lutabiah, Ibnu Jahem, Uqbah Ibnu Amir, Dlahhak, ‘Ubadah Ibnu Shamit, Abu Mas’ud dan Ibnu Qais. Adapun tugas dari lembaga amil zakat antara lain adalah:

a. Pendataan para wajib zakat (muzzaki)

b. Menentukan bentuk wajib zakat dan besarnya zakat yang harus dikeluarkan

c. Penagihan zakat para muzakki.

Keterangan-keterangan di atas juga dapat memberikan pemahaman secara rasional kepada kita bahwa pengurus zakat terutama dalam hal penghimpunan terlebih di tengah kompleksitas permasalahan yang muncul disekitar zakat adalah pekerjaan yang memerlukan manajemen meliputi planning, organizing, directing dan controlling.

Pengelolaan Zakat

Pengelolaan adalah proses atau aktivitas yang dilakukan oleh Amil terhadap harta zakat setelah dihimpun. Dengan demikian pengelolaan adalah proses yang dilakukan setelah proses penghimpunan dan sebelum didayagunakan pada mustahik zakat.

Dalam kaitan ini dalam khazanah Islam dikenal institusi Baitulmaal sebagai lembaga pengelola harta negara. Harta negera tersebut meliputi empat macam yaitu; harta zakat yang disimpan di Baitulmaal zakat, harta jiz’yah dan kharaj yang disimpan dalam Baitulmaal kharaj, harta ghanimah dan rikaz disimpan pada Baitulmaal ghanimah dan rikaz dan Baitulmaal harta terlantar yang digunakan untuk menyimpan harta tak bertuan.

Pendayagunaan Zakat

Bagian terpenting dalam proses manajemen zakat adalah tahap pendayagunaan, bahkan Al-Qur’an pun lebih memperhatikan tahapan pendayagunaan ini dari pada memperhatikan sumber-sumber dan cara pemungutan zakat (penghimpunan) serta pengelolaannya. Hal ini wajar karena proses inilah yang langsung bersentuhan dengan sasaran penerima zakat (mustahik).

Al-Qur’an telah memberikan ketentuan yang jelas tentang orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu sebagaiman terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60:

Artinya:“Sesungguhnya zakat itu untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerderkakan) budak, orang-orang yang berhutang pada jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. at-Taubah: 60).

Para mufasir sepakat bahwa hanya delapan golongan inilah yang berhak mendapatkan zakat. Dengan demikian jelas sudah bahwa zakat hanya berhak diterima dan dimanfaatkan oleh fakir, miskin, amil, muallaf, gharim, sabilillah, untuk memerdekakan budak dan ibnu sabil.

Perhatian Al-Qur’an terhadap proses ini tentunya tidak lepas dari motivasi zakat sebagai sarana pengentas kemiskinan, sehingga fakir dan miskin diletakkan sebagai golongan pertama dan utama diantara delapan golongan penerima zakat.

Hal penting berikutnya berkaitan dengan pendayagunaan zakat untuk mencapai tujuannya adalah berkaitan dengan berapakah dan dalam bentuk apakah zakat sebaiknya diberikan kepada Mustahik zakat.

Hal ini penting karena berkaitan dengan pemanfaatan zakat sehingga benar-benar berguna dan manfaatnya dirasakan mustahik zakat.

Zakat hendaknya diberikan dalam upaya mengikis penderitaan seorang mustahik. Sehingga zakat diberikan untuk mengangkatnya dari jurang kemiskinan dan dapat hidup layak serta tidak lagi berharap dari dana zakat.

Imam Nawawi sebagaimana dikutip Yusuf Qardawi berkata dalam al-Majmu “Masalah kedua dalam menentukan bagian zakat untuk orang fakir dan miskin, sahabat-sahabat kami orang Iraq dan sebagian besar orang-orang khurasan: Apa yang diterima oleh fakir miskin hingga ia berkecukupan. Pendapat imam Syafi’I pemberian zakat hendaknya dapat mencukupi untuk hidup selamanya.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *